الحمد لله رب العا لمين . الصلاة و السلام على رسو ل الله .اما بعد
Banyak mungkin saudara saudari yg berpikiran jika situs ini jarang update artikel, ini disebabkan kami lebih mengutamakan mengetik ebook, membuat film dsb. Karena dengan Ebook / audio / film yg di download maka otomatis file tersebut dapat dibaca secara offline, tidak perlu online, dan yg lebih utama adalah penyebarannya akan lebih cepat karena biasanya dikopikan antara hardisk, flashdisk, disimpan di internet cafe / tempat umum atau copy link ke situs, blog, email, fb / media sosial lainnya.
Maka
dari itu, perhatikanlah apa update download di situs ini, jangan
terlalu diperhatikan artikel postingnya. Dan apa yang kami tulis
disini hanyalah sebagian kecil dari ebook yang kami ketik sendiri
berjudul:
Kami
tidak dapat cantumkan semua karena posting di situs ini hanya
dibatasi sekitar 15.000 huruf saja. Dari itu kami anjurkan kepada
saudara-saudariku semua diseluruh pelosok negeri untuk memiliki file
aslinya DI SINI secara GRATIS, FREE, CUMA-CUMA.
Cukup
1x klik maka file akan langsung di download, tanpa menunggu,
tanpa memasukkan kode verifikasi, kecepatan maksimum (tergantung
kecepatan internet/modem anda), dan lain sebagainya yang kami buat
demi kenyamanan ummat.
Dan berikut adalah sebagian bab dari ebook tersebut.
TUJUAN YANG HENDAK DICAPAI DENGAN NIAT
Luruskan Niat Dalam Beribadah
Tujuan
yang hendak dicapai manusia dalam beribadah hanya satu, yaitu ridha
Allah SWT. Sebab itu, bila suatu amal diniatkan bukan untuk mencari
ridha Allah SWT, maka ia tidak akan bernilai apa-apa. Pembaca yang
membaca Al-Qur’an & Sunnah, tentu sudah tahu, bahwa inilah
satu-satunya tujuan yang dianjurkan dalam Islam. Perintah utama
Al-Qur’an ialah isi & kandungan dari firman Allah,
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu & orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2] : 21)
Dan firman Allah, dalam QS. Al-Bayyinah [98] : 5
“Dan mereka tidak diperintah, kecuali untuk beribadah pada Allah.”
Hanya Satu Tujuan Dalam Al-Qur’an, Yaitu Ikhlas
Al-Qur’an
mengistilahkan tujuan ini dengan ikhlas. Ikhlas tidak hanya sekedar
menghadap pada Allah dalam lakukan satu amal saja, tapi semua amal yang
dilakukan oleh mukallaf hendaknya tertuju hanya pada Allah semata.
Ibadah
bukan untuk meraih kekuasaan & kedudukan, tidak pula menyembah
batu, pohon, bulan & matahari. Ikhlas maksudnya ialah hanya
menghadap pada Allah semata dengan amal hati & anggota badan. Ikhlas
ialah agama yang Allah turunkan pada para Nabi & rasul, &
ikhlas ialah inti dakwah & inti agama yang disampaikan oleh para
Rasul.
Allah SWT berfirman, dalam QS. Al-Bayyinah [98] : 5
“Dan mereka tidak diperintah, kecuali untuk beribadah pada Allah.”
Semua Rasul berkata pada kaumnya,
“Beribadahlah
kalian pada Allah, kalian tidak mempunyai Tuhan selain
Dia,” (QS. Al-Mukminun [23]: 32)
“Dan
Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami
wahyukan padanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku,
maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. Al-Anbiya’ [21]: 25)
“Dan
sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), & jauhilah Thaghut….”. (QS.Nahl [16]: 36)
Definisi
ikhlas menurut para ulama memang berbeda-beda, namun tujuannya tetap
sama, yaitu mengikhlaskan berbagai aktivitas untuk mendekatkan diri
hanya pada Allah saja.
Ar-Raghib mendefinisikan, “Ikhlas ialah mengikhlaskan niat hanya karena Allah.”
Sementara
Abul Qasim al-Qusyairi mendefinisikan, “Mengesakan Allah SWT dalam
berbiadah dengan niat, dalam lakukan keta’atan, hanya berharap pada
Allah saja. Tidak berpura-pura pada makhluk & mengharapkan pujian
atau supaya disayangi orang lain, atau dengan lakukan berbagai cara
untuk mendekatkan diri pada selain Allah.”
Pada
kesempatan lain dia mendefinisikan, “Boleh juga didefinisikan bahwa
ikhlas ialah membersihkan amal dari segala pengaruh makhluk.”
‘Izz
bin ‘Abdussalam mendefinisikan, “Ikhlas ialah, bahwa seorang mukallaf
lakukan ketaatan dengan penuh keikhlasan hanya karena Allah semata,
tidak mengharapkan penghargaan dari siapapun, tidak mengharapkan manfaat
keagamaan & tidak pula untuk menolak mudarat duniawi.”
Al-Harits al-Muhasibi mendefinisikan, “Ikhlas ialah mengesamping-kan makhluk dalam beribadah pada Tuhan.”
Sahl bin ‘Abdullah mendefinisikan, “Ikhlas ialah diam & bergeraknya seorang mukallaf, hanya untuk Allah semata.”
Setelah
mengemukakan beberapa definisi diatas, Iman Ghazali berkata, “Semua
definisi ini ialah kalimat-kalimat yang padat makna & mencakup semua
tujuan yang hendak dicapai.”
Ikhlas dalam buku-buku Bahasa ialah membersihkan & membedakan sesuatu dari segala bentuk kotoran yang menghinggapinya.
Sementara “al-Khilash” ialah emas & perak yang sudah dibersihkan dengan api. Makna-makna ini tertuang dalam Al-Qur’an,
“…Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi & darah… (QS. An-Nahl [16]: 66)
Sedangkan yang dimaksud dengan firman Allah “Khalashuu Najiyya ” pada saudara-saudara Yusuf ialah, Mereka menghindar & berpisah darinya.
Dan yang dimaksud dalam ayat saat Allah menceritakan orang-orang musyrik “Khalishatan Lidzukuurina ,” maksudnya ialah, hanya kaum laki-laki saja yang boleh menikmatinya.
Allah SWT berfirman, “Katakanlah:
"Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya & (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan)
bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk
mereka saja) di hari kiamat…”. (QS. Al-A ‘raf [7]: 32)
Maksudnya ialah, tak seorang kafir pun menyertai mereka dalam menikmatinya.
Dari
sini dapat dipahami, bahwa antara makna Bahasa & istilah ada
keserasian, maka tujuan ikhlas ialah membersihkan niat pada Allah dari
segala kerusakan yang mencampurinya, sehingga ibadah hanya akan tertuju
pada Allah saja, bukan pada yang lain-lain.
Sungguh Sulitnya Ikhlas
Keikhlasan
yang sesungguhnya, ialah tugas yang sangat berat untuk ditunaikan oleh
manusia. Namun demikian, kesulitan ini tidak begitu dirasakan oleh orang
awam, sementara para ulama merasakannya sangat berat & sulit.
Betapa banyak ulama & orang-orang saleh yang merasakan berat &
sulitnya ikhlas. Sufyan ats-Tsauri berkata: “Aku tidak pernah menghadapi
sesuatu yang paling berat untuk diluruskan selain niatku, ia selalu
berubah & menyeretku.”
Oleh arena itu, Rasulallah S.A.W sering berdoa sebagaimana sabdanya,
“Wahai dzat yang membolak balikkan hati, tetapkanlah hatiku dalam agama-Mu.” (HR. Tirmidzi, No. 49, 124 & Ibnu Majah)
Rasulallah S.A.W sering mengatakan, “Tidak, Demi dzat yang membolak balikkan hati.” HR. Bukhari, lihat Fathul Bari 13/377)
Hati
memang sering mengalami perubahan saat menentukan suatu niat. Siapa
yang ingin mengetahui lebih dalam, perhatikanlah bagaimana niat begitu
cepat berubah dalam waktu yang sangat singkat. Rasulullah saq bersabda,
“Semua
hati berada dalam genggaman Allah, jika Allah berkehendak, Dia akan
menjadikannya istiqamah, & jika Allah berkehendak, Dia akan mencabut
keistiqamahannya, begitu juga Mizan, ia berada dalam genggaman Allah,
& Allah akan mengangkat suatu kaum & merendahkan kaum yang lain,
hingga kiamat datang.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya, Ibnu Majah dalam Sunannya & Hakim dalam Mustadraknya. Lihat: Shahih al-Jami’ 5/5623)
Rasulallah S.A.W juga bersabda,“Sungguh, hati anak Adam itu lebih cepat berpaling daripada air yang sedang mendidih.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya & Hakim dalam Mustadraknya dari Miqdad. Lihat: Kanzul ‘Ummal 1/216)
Penyebab berpalingnya hati ialah karena banyaknya masalah yang dihadapi. Sedangkan hati, menurut Sahl bin ‘Abdullah ialah, “Sangat halus & mudah dipengaruhi oleh hal-hal sepele.”
Al-Harits al-Muhasibi menjelaskan hal-hal yang biasa mempengaruhi hati, yaitu terdiri dari tiga faktor:
Pertama: Berupa teguran dari Allah SWT. Rasulallah S.A.W bersabda,
“Siapa yang Allah kehendaki menjadi hamba yang baik, maka Allah akan menjadikan baginya penegur dalam hatinya.”
Dalam
hadits lain Rasulallah S.A.W juga bersabda, “Allah memberikan
perumpamaan jalan yang lurus & di kedua sisinya terdapat dinding, di
dinding itu ada pintu-pintu yang terbuka, & pada setiap pintu ada
hijab yang menutupi, sementara diatasnya ada orang yang memanggil: Wahai
manusia, tempuhlah halan ini dengan baik & janganlah kalian sampai
menyimpang. Lalu ada lagi seorang penyeru, saat seseorang ingin membuka
hijab salah satu pintu itu, dia berkata: Celaka kamu, janganlah kamu
buka pintu itu. Karena, bila kamu membukanya, maka kamu harus
memasukinya.
Jalan
yang dimaksud itu ialah agama Islam, dua pagar yang disebutkan itu
ialah aturan & ketentuan Allah SWT, sedangkan pintu-pintu yang
terbuka itu ialah semua hal yang diharamkan Allah, sementara penyeru
yang berada di jalan itu ialah Al-Qur’an & penyeru dari atas jalan
itu ialah petugas Allah yang berada dalam hati manusia.”
Al-Muhasibi
berkata, penegur yang Allah tugaskan akan selalu berada dalam hati
seorang muslim, & Allah akan menumbuhkan perasaan dalam hatinya,
atau dengan menugaskan seorang malaikat untuk lakukan itu.
Kedua:
Tipu daya & was-was yg dihembuskan setan, Allah SWT memerintahkan
Rasul-Nya untuk segera berlindung pada Allah dari bujuk rayu setan,
“Dan
jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah pada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
(QS. Al-a ‘raf [7]: 200)
Allah memberitahu bahwa setan selalu berusaha menggoda & merayu manusia,
“(Berlindung)-lah dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.” QS. Naas: 4-5
Allah
memang memberi kemampuan pada setan untuk menyelinap ke dalam hati
manusia. Dalam sebuah hadits, Rasulallah S.A.W menjelaskan,
“Sesungguhnya setan memasuki pembuluh darah anak Adam.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Tujuannya
ialah untuk membisikkan kejahatan pada manusia, tapi bila seorang hamba
berzikir mengingat Allah, maka setan itu akan lari.
Setan akan selalu berusaha menghiasi kejahatan & maksiat supaya dilakukan oleh manusia. Allah SWT berfirman,
“Tidakkah
kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu pada
orang-orang kafir untuk menghasung mereka berbuat ma'siat dengan
sungguh-sungguh?,” (QS. Maryam [19]: 83)
Maksudnya ialah, setan selalu mengajak mereka untuk lakukan perbuatan maksiat & dosa dengan segala usaha.
Allah SWT berfirman, “Dan
Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang
bagus apa yang ada di hadapan & di belakang
mereka...” (QS. Fushshilat [41]: 25)
Dan Allah SWT menjelaskan bagaimana tipu daya & bujuk rayu setan untuk menyesatkan manusia. Allah berfirman,
“Yang
dila'nati Allah & syaitan itu mengatakan: "Saya benar-benar akan
mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk
saya), & aku benar-benar akan menyesatkan mereka, & akan
membangkitkan angan-angan kosong pada mereka & menyuruh mereka
(memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar
memotongnya, & akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah)…” (QS. An-Nisa [4]: 118-119)
Dalam hadits lain Rasulallah S.A.W bersabda,
“Sesungguhnya
setan selalu menghadang manusia dalam segala kesempatan, ia
menghadangnya di jalan Islam & berkata: Apakah kamu akan masuk
Islam, lalu meninggalkan agamamu & agama nenek moyangmu. Namun
demikian, hamba ini tidak menghiraukan rayuan itu & tetap memeluk
agama Islam.
Lalu
setan merayunya di jalan hijrah & berkata: Apakah kamu akan hijrah
& meninggalkan kampong halaman & tanah tumpah darahmu?
Sesungguhnya
perumpamaan orang yang hijrah itu tak obahnya seperti kuda dalam
perjalanan, hamba itu pun tidak menghiraukan bujuk rayu setan ini, &
dia pun tetap hijrah.
Lalu
setan merayunya di jalan jihad, yaitu berjihad dengan jiwa raga &
harta benda, setan akan berkata: Apakah kamu akan membunuh, akan rela
terbunuh, lalu isterimu akan dinikahi orang lain & harta kekayaanmu
akan dibagi-bagikan? Hamba itu pun tidak peduli dengan bujuk rayu setan
yang terkutuk ini, lalu dia pun berjuang di jalan Allah.” (HR. Ahmad
dalam Musnadnya, lihat juga Ighatsatu al-Lahfan 1/101)
Dan
diantara hikmah Allah menciptakan hati manusia sebagai medan perjuangan
ialah, karena hati selalu dipengaruhi oleh malaikat & setan,
terkadang ia dibimbing oleh malaikat & pada kesempatan lain, ia
dikuasai oleh setan.
Allah SWT berfirman, “Syaitan
menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan & menyuruh kamu
berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan
daripada-Nya & karunia…” (QS. [2]: 268)
Rasulallah S.A.W menjelaskan hal itu dalam sabdanya,
“Sesungguhnya
malaikat & setan akan mempengaruhi hati manusia. Adapun pengaruh
malaikat, ialah berupa ajakan lakukan kebaikan & membenarkan
janji-janji Allah, sedangkan ajakan setan, ialah menjanjikan kejahatan
& mendustakan apa-apa yang Allah janjikan, lalu Rasulallah S.A.W
membaca firman Allah,
“Setan
menjanjikan (menakut-nakuti) kalian, dengan kemiskinan & menyuruh
kalian berbuat kejahatan (kikir), sedangkan Allah menjanjikan ampunan
& karunia untuk kalian dari-Nya.” (HR. Tirmidzi, l;ihat Misykah 1/28)
Ibnul
Qayyim menerangkan hadits ini, “Malaikat & setan selalu datang
silih berganti ingin menguasai hati manusia seperti silih bergantinya
siang & malam. Ada manusia yang waktu malamnya lebih panjang dari
siang, sementara yang lain lebih panjang siangnya & ada pula yang
semua waktunya hanya siang saja, sementara yang lain hanya malam saja.”
Hasan
Basri berkata, “Keduanya (malaikat & setan) ialah kebimbangan yang
senantiasa menguasai hati manusia, ada kebimbangan yang datang dari
Allah & ada pula yang datang dari musuh Allah, & Allah merahmati
hamba yang berpikir saat menghadapi kebimbangan, jika ia datang dari
Allah, maka dia akan melaksanakannya, & jika ia datang dari setan,
maka dia akan berusaha menundukkannya.”
Bila
setan berusaha menguasai manusia & membujuk dengan berbagai cara,
maka semua jasad manusia itu akan rusak secara total. Rasulallah S.A.W
bersabda,
“Ketahuilah,
bahwa dalam diri manusia terdapat segumpal darah, bila ia baik, maka
akan baiklah jasad itu secara keseluruhan & bila ia rusak, maka akan
rusak pulalah jasad itu secara keseluruhan. Ketahuilah, segumpal darah
itu ialah hati.” (HR. Bukhari & Muslim)
Dalam hadits lain Rasulallah S.A.W bersabda, “Sesungguhnya
amal itu ialah seperti bejana, bila bagian bawahnya bersih, maka bagian
atasnya juga akan ikut bersih & bila bagian dalamnya kotor, maka
bagian atasnya juga akan ikut kotor.” (HR. Ibnu Majah & Ahmad)
Ibnul
Qayyim berkata, “Setan mampu menyihir akal, sehingga terpedaya, tidak
ada yang selamat dari tipu dayanya selain orang yang dijaga oleh Allah
SWT. Setan selalu memperindah perbuatan jahat jadi kebaikan yang sangat
berharga & menghalangi manusia untuk berbuat kebaikan yang paling
bernilai, sehingga dia menganggapnya sebagai suatu amal yang paling
berbahaya & tak berharga.
Tidak
ada Tuhan selain Allah, betapa banyak manusia yang ditipu & dirayu
setan, betapa banyak hati manusia yang dihalangi dari iman, Islam &
ihsan & betapa banyak kebatilan yang lebih ditonjolkan &
dianggap kebaikan. Sementara kebaikan, sengaja dikubur &
diperlihatkan seperti sesuatu yang tidak baik! Betapa banyak orang-orang
rakus yang menikah dengan orang-orang yang arif! Inilah salah satu tipu
daya setan terhadap akal manusia, ia akan senantiasa berusaha
menjerumuskan & membujuk manusia agar mau memperturutkan hawa nafsu,
hingga akhirnya mengikuti semua jalan kesesatan satu persatu dengan
perlahan tapi pasti.”
Ketiga:
Pihak ketiga yang mempengaruhi hati ialah sebagaimana yang dikemukakan
oleh al-Muhasibi: Nafsu akan selalu mengajak manusia untuk lakukan
perbuatan tercela, mengajak pada kedurhakaan & kejahatan.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya nafsu itu selalu mengajak pada kejahatan.” (QS. Yusuf [12]: 53)
Nabi Ya’qub as berkata pada anak-anaknya saat mereka mengatakan bahwa srigala telah mencabik-cabik & memakan jasad Yusuf as.
“Sebenarnya
kalian-lah yang memandang baik perbuatan (yang
buruk).”
(QS. Yusuf [12]: 18)
Allah SWT menjelaskan kisah seorang manusia yang membunuh saudaranya sendiri, “Maka hanya nafsu Qabil-lah yang menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya.” (QS. Al-maidah[5]: 30)
Nafsu
amarah biasanya ditunggangi oleh berbagai keinginan & syahwat. Oleh
sebab itu, seorang muslim hanya akan selamat dalam menghadapi
perjuangan ini dengan menundukkan & mengalahkan keinginan hawa nafsu
itu sendiri.
Inilah
tiga faktor yang senantiasa mempengaruhi hati manusia, seorang hamba
hendaklah selalu siap untuk menyelamatkan diri dari wayuan hawa
nafsunya, berusaha mengekang & mengendalikan nafsu amarah,
mempersiapkan segala sesuatu untuk memerangi & menundukkan musuh;
yaitu setan, berperang melawan setan dengan senjata yang sudah Allah
berikan, yaitu dzikir, membaca ayat-ayat Al-Qur’an & beribadah serta
lakukan berbagai kebaikan lainnya.
Hanya Allah Tujuan Kita
Berharap
& berniat hanya karena Allah, bukan tidak punya alasan yang logis
& tujuan yang hakiki dalam membimbing akal menuju ketenangan &
kedamaian jiwa. Berikut ini akan kita kemukakan sebagian hakikat yang
akan diwujudkan oleh niat yang ikhlas dalam beribadah & mendekatkan
diri pada Allah SWT.
1. Tujuan Tertinggi Yang Tiada Bandingannya
Semua
manusia; mukmin & kafir, mempunyai tujuan yang hendak dicapai,
& mereka akan terus berusaha merealisasikannya. Demikianlah fitrah
pemberian Allah. Manusia selalu bercita-cita & berkeinginan,
berusaha & bergerak. Oleh karena itu, nama yang paling baik ialah
Harits (selalu berusaha) & Hammam (mempunyai cita-cita tinggi)
sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Rasulallah S.A.W. Karena semua
manusia selalu berusaha (Harits) & semua manusia mempunyai cita-cita
& keinginan yang tinggi (Hammam).
Manusia diciptakan mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan
sesuatu,
mempunyai keinginan & mendapatkan pertolongan, mendapatkan tempat
bergantung. Boleh jadi yang dia tuju ialah Allah & boleh jadi selain
Allah, & manusia memang mempunyai banyak keinginan.
Sebab,
manusia tidak bisa hidup sendiri, selalu membutuhkan orang lain untuk
menutupi kekurangan, menyempurnakan & melengkapi serta mendapatkan
apa yang dia inginkan. Kebutuhan ini selalu ada & tidak pernah
habis.
Dan
diantara kelemahan manusia ialah, mengharapkan sesuatu dari sesama
makhluk, dia mengira bahwa makhluk akan mampu memenuhi keinginannya.
Rasulallah S.A.W bersabda,
“Jika sekiranya anak Adam memiliki dua lembah emas, sungguh dia akan menginginkan lembah emas yang ketiga.” (HR. Bukhari & Muslim)
Jiwa
manusia selalu ingin mendapatkan apa yang belum dia dapatkan. &
semua kebutuhan itu tidak akan terpenuhi, kecuali bila dia sudah sampai
pada Tuhan yang disembahnya, bila dia sudah mengenal & berusaha
mencari keridhaan-Nya. Pada saat itulah, hatinya akan mendapatkan
ketenangan hakiki. Allah SWT berfirman,
“Ketahuilah,
hanya dengan mengingat Allah hati akan mendapatkan
ketenangan.”
(QS. Ar-Ra’ad [13]: 28)
Tidak
ada yang dapat merangkul ketenangan selain sampai pada Allah dengan
ma’rifah yang sempurna, berniat hanya karena-Nya & mengharap hanya
pada-Nya.
Dalam
mencari harapan, jiwa manusia bertingkat-tingkat & selalu ingin
mendapatkan yang terbaik & paling sempurna. Sedangkan semua
kesempurnaan, hanya ada pada dzat Allah. Berhubungan dengan masalah ini,
Ibnu Khaldum berkata: “Akal selalu menginginkan apa yang menjadi
harapannya, yaitu ma’rifah (mengenal Allah) & ilmu (yang akan
mengantarkan pada ma’rifah), pemikiran akan selalu berusaha encari &
merindukan kesempurnaan yang lebih tinggi untuk mengenal Sang Pencipta,
karena hanya Dia Yang Lebih Sempurna, sedangkan makhluk, semua
mempunyai kekurangan & kelemahan.
Akal
selalu berusaha berdampingan dengan-Nya, semua gerakannya seragam &
tidak pernah bosan, tidak pernah merasa lelah & letih sebagaimana
yang biasa dirasakan oleh jasad, akal selalu berpindah lebih cepat dari
kilat & udara.”
Penyebab
utama yang membuat manusia selalu mencari sesuatu yang paling rendah
& tak berharga, mencari apa-apa yang tidak mampu menolak kemudaratan
& mendatangkan manfaat ialah, karena ilmu yang keliru, karena
kebodohan & cita-cita yang terlalu rendah. Semakin benar ilmu yang
didapatkan oleh seseorang, kebodohannya akan semakin berkurang. Saat
itu, keyakinannya akan semakin lurus, cita-citanya akan semakin tinggi
& akan berusaha mencari hal-hal yang lebih berharga.
Tapi
apa yang hendak dikata, ada orang yang cita-citanya tidak lebih dari
sekedar mendapatkan sesuap nasi untuk mengeyangkan perutnya, mendapatkan
minuman untuk menghilangkan rasa dahaga yang dia rasakan & hanya
sekedar mendapatkan pakaian untuk menutupi auratnya saja, jangankan
orang-orang yang beriman, kalangan jahiliyah pun mencela orang yang
seperti ini.
Betapa
banyak orang yang hanya mengharapkan kenikmatan dunia, minum khamar
& bersenang-senang dengan para wanita penghibur, & sedikit orang
yang bercita-cita tinggi untuk membela orang yang lemah & sengsara.
Beginilah keadaan orang-orang jahiliyah dulu.
Tharafah
bin ‘Abd, seorang penyair Jahiliyah yang meninggal pada tahun 60
sebelum hijrah telah menghabiskan separuh umurnya untuk bersenang-senang
dengan para wanita, sementara separuhnya lagi, dia habiskan untuk
merebut kekuasaan, namun semua usahanya hanya sia-sia, akhirnya dia pun
mati. Apa yang dia cari selama ini tidak pernah berhasil, lalu jejak
langkahnya diikuti oleh al-Mutanabbi yang mati karena memperebutkan
kekuasaan, tapi semua usahanya hanya bagai fatamorgana belaka.
Adapun
cita-cita seorang muslim, ialah mencapai tujuan tertinggi tiada tara
& mengharapkan sesuatu yang tiada bandingnya. Pernah dikatakan pada
salah seorang saleh: Cita-cita si Fulan itu sangat tinggi. Dia menjawab:
jika begitu, berarti dia hanya mengharapkan surga yang Allah janjikan.
Dalam kitab ‘Uyun al-Akhbar dikisahkan bahwa ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz as
didatangi oleh seseorang yang berpakaian lusuh. Umar berkata: Wahai
laki-laki yang berpakaian lusuh, sesungguhnya aku mempunyai jiwa yang
selalu terjaga hingga aku menjadi pemimpin. Saat aku duduk di kursi
kepemimpinan, ia semakin berkeinginan untuk menjadi Khalifah, & saat
aku berhasil menjadi Khalifah, jiwaku justru menginginkan surga.
2. Hanya Allah Yang Berhak Penerima Pengabdian
Hanya
ridha Allah-lah yang patut dicari, bukan yang lain-lain. Karena hanya
Allah-lah yang mempunyai sifat-sifat kemuliaan & kesempurnaan.
Dia’lah yang paling sempurna pada dzat & Sifat-Nya, Dia-lah yang
memberi nikmat, mendatangkan manfaat & mudarat, memberi &
melarang, menolong & merendahkan & Dia pula yang memuliakan
& menghinakan. Allah berfirman,
“Katakanlah:
"Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan pada
orang yang Engkau kehendaki & Engkau cabut kerajaan dari orang yang
Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki &
Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala
kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau
masukkan malam ke dalam siang & Engkau masukkan siang ke dalam
malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, & Engkau
keluarkan yang mati dari yang hidup. & Engkau beri rezki siapa yang
Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)”.
(QS. Ali ‘Imran[3]: 26-27)
Hanya
pada Allah-lah tempat berharap, karena Dia-lah dzat Yang menciptakan,
memberi petunjuk, memberi makan & minum, menyembuhkan yang sakit
& mengampuni dosa-dosa & kesalahan.
Allah SWT berfirman, “(yaitu
Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku,
& Tuhanku, Yang Dia memberi makan & minum padaku, & apabila
aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, & Yang akan mematikan aku,
lalu akan menghidupkan aku (kembali), & Yang amat kuinginkan akan
mengampuni kesalahanku pada hari
kiamat”. (QS. Asy-Syu’ara[26]: 78-82)
Dari
Allah-lah permulaan & pada-Nya akan kembali segala sesuatu, hanya
Dia yang patut dipuji, tiada Tuhan selain Dia & hanya Dia yang patut
disembah.
Allah SWT berfirman, “Dan
bahwasanya pada Tuhamulah kesudahan (segala sesuatu), & bahwasanya
Dialah yang menjadikan orang tertawa & menangis, & bahwasanya
Dialah yang mematikan & menghidupkan, & bahwasanya Dialah yang
menciptakan berpasang-pasangan pria & wanita. dari air mani, apabila
dipancarkan. & bahwasanya Dia-lah yang menetapkan kejadian yang
lain (kebangkitan sesudah mati), & bahwasanya Dia yang memberikan
kekayaan & memberikan kecukupan, & bahwasanya Dialah yang Tuhan
(yang memiliki) bintang syi'ra, & bahwasanya Dia telah membinasakan
kaum 'Aad yang pertama, & kaum Tsamud. Maka tidak seorangpun yang
ditinggalkan Nya (hidup).” (QS. Najm [53]: 42-51)
Allah
ialah dzat Yang mempunyai sifat-sifat & perbuatan sebagaimana
dituangkan dalam ayat diatas, maka Dia berhak untuk disembah, sementara
yang lain (makhluk), tidak berhak disembah & tidak patut diagungkan,
ridha-Nya-lah yang patut dicari, tempat berlindung & tempat meminta
kenikmatan.
Beribadah
pada Allah merupakan hak-Nya murni, tidak disertai oleh siapapun.
Mu’adz bin Jabal ra menceritakan: Dalam suatu perjalanan, aku
berboncengan dengan Rasulallah S.A.W di punggung keledai, lalu beliau
berkata padaku:
“Wahai
Mu’adz, apakah kamu tahu, apa saja hak Allah atas hamba-Nya, & apa
saja hak hamba atas Allah?” Aku menjawab: Allah & rasul-Nya yang
lebih mengetahui. Lalu Rasulallah S.A.W bersabda, “Hak Allah atas
hamba-Nya yaitu mereka menyembah-Nya & tidak mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu pun, sedangkan hak hamba atas Allah, ialah bahwa Dia
tidak akan menyiksa orang-orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Hanya
Allah yang patut disembah, karena takut (akan siksaan-Nya) & harap
(akan pahala yang Dia janjikan), tempat berserah diri & bergantung,
shalat & puasa, zakat & haji serta nazar, hanya karena dzat-Nya
semata.
Jika
sekiranya Allah tidak menciptakan surga & neraka, tidak ada pahala
& dosa, maka Allah tetap menjadi dzat yang paling pantas untuk
disembah. Dalam sebuah atsar disebutkan,
“Jika
Aku tidak menciptakan surga & neraka, tidakkah Aku pantas untuk
disembah?”, Dengan demikian, Maha Benar Allah Yang berfirman,
“Dia
ialah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa pada-Nya & berhak memberi
ampunan.” (QS. Al-Mudastsir [74]: 56)
Seorang ahli sya’ir bersenandung,
Jika berita berbangkit tidak disampaikan oleh Rasul-Nya
dan panasnya api neraka belum menyala-nyala
Tidakkah merupakan kewajiban menunaikan hak
mematuhi Tuhan yang mengatur langit & bumi?
3. Ridha Allah Berbuah Bahagia
Bila
masih ada tujuan yang diinginkan oleh seorang hamba dibalik
amal-amal-Nya selain mencari ridha Allah, maka dia akan semakin sengsara
dengan amal & dirinya sendiri. Kehidupan yang dia jalani hanya akan
menjadi mata rantai kesengsaraan, walau dia memiliki dunia & segala
isinya. Karena sumber kebahagiaan & kesengsaraan, selalu bersarang
dalam relung hatinya. Manusia diberi fitrah untuk beribadah pada Allah
& meminta pertolongan hanya pada-Nya saja.
Bila
manusia tidak mendapatkan ini, maka apa-pun yang akan dia raih, tidak
adakan berarti apa-apa, sedangkan orang yang mencari keridhaan selain
ridha Allah, maka keadaannya sama dengan seorang yang memakai jam
tangan, lalu dia pukuli dengan palu. Ini namanya menzalimi jam tangan,
karena ia dibuat bukan untuk itu, tapi untuk mengetahui perjalanan
waktu.
Jiwa
manusia, diciptakan untuk beribadah & berharap pada Allah, bila dia
beribadah & berharap pada selain Allah, sesungguhnya dia telah
menzalimi dirinya sendiri. Oleh karenanya, dalam Al-Qur’an disebutkan,
“Sesunggunya syirik itu ialah kezaliman yang sangat besar.” (QS.Luqman: 13)
Sementara berharap pada selain Allah, sebenarnya merusak jiwa,
“Sungguh, merugilah orang yang mengotori jiwanya.” (QS. Asy-Syams[91]: 10)
Sebagaimana berharap pada dzat-Nya saja dengan ibadah, lakukan perbaikan & mensucikan diri, merupakan keberuntungan.
“Sungguh, beruntunglah orang-orang yang mensucikan dirinya…”
(QS. Asy-Syams[91]: 9)
Sesungguhnya
fitrah akan selalu mendorong manusia untuk beribadah, ia akan mencari
siapa yang berhak disembah. Allah telah mengutus para Rasul untuk
membimbing manusia, memperkenalkan mereka pada dzat yang patut mereka
sembah. Saat itu, manusia akan sampai pada tujuan yang sudah lama dia
cari, yaitu dzat yang akan dia sembah, yang tidak mungkin dihindari,
& ketenangan akan diperoleh bersama-Nya. Inilah kebutuhan manusia
yang sebenarnya, & inilah hajat jiwa manusia yang sesungguhnya.
Allah SWT berfirman, “Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu…” (QS. Ar-Rum[30]: 30)
Bila
manusia berusaha menentukan arah hidupnya jauh dari aturan Allah, maka
dia akan menemukan kesengsaraan, karena cita-cita & tujuan akhir
yang hendak dia capai sudah bercabang. Bila cita-cita seorang hamba
sudah bercabang, maka dia akan dibimbangkan oleh berbagai cita-cita
duniawi yang sebenarnya tidak berharga, saat itu kebingungan akan
menyelimutinya, kemana dia akan pergi & jalan mana yang akan dia
tempuh serta bagaimana caranya menelusuri jalan itu?
Terkadang
dia menempuh jalan ke Timur & pada kesempatan lain, menempuh jalan
ke Barat. Boleh jadi dia akan menyembah berhala & pada kesempatan
yang lain menyembah Matahari atau Bulan. Terkadang dia rela dengan ini
& pada kesempatan yang lain dia akan marah. Perbuatan yang
sebenarnya baik, akan dia anggap sebagai perbuatan yang tidak baik
setelah beberapa waktu berlalu.
Saat
itu, manusia akan mengalami kegelisahan, selalu dilanda kegalauan &
tekanan batin serta berbagai penyakit jiwa lainnya, bahkan dapat
menjerumuskannya pada tindakan bunuh diri.
Sedangkan
seorang muslim, hanya mempunyai satu tujuan. Oleh sebab itu, niatnya
hanya satu, manhaj yang akan mengantarkannya pada tujuan hanya ada satu,
yaitu selalu berusaha menelusuri keridhaan Allah & berjalan sesuai
dengan petunjuk-Nya. Dengan demikian, niatnya akan menjadi satu &
harapannya juga satu. Berhubungan dengan ini, Rasulallah S.A.W bersabda,
“Siapa
yang ingin mencari kebahagiaan di akhirat, maka Allah akan menjadikan
kekayaan dalam hatinya, Allah akan mengumpulkan kekuatannya & dunia
akan mendatanginya, padahal dia tidak menginginkannya, & siapa yang
ingin mendapatkan kemegahan dunia, maka Allah akan menjadikan kefakiran
selalu berada di pelupuk matanya, urusannya akan menjadi berantakan
& dunia yang menjadi tujuannya tidak akan dia dapatkan, kecuali
hanya sesuai dengan suratan yang sudah ditakdirkan baginya.” (HR. Tirmidzi & ad-Darimi)
Saat
tujuan yang hendak dicapai tidak hanya satu, maka ia akan mengantarkan
manusia menuju kesengsaraan. Karena manusia hanya mempunyai satu hati,
tidak mungkin manusia akan menyembah dua Tuhan, ingin mewujudkan dua
tujuan & membagi dua amal-nya.
Allah SWT berfirman, “Allah
sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang 2 buah hati dalam
rongganya.” (QS. Al-Ahzab[33]: 4)
Manusia
hanya mempunyai satu hati yang seharusnya menghadap pada satu Tuhan,
tapi manakala dia beribadah pada dua sesembahan, maka ia akan
menyebabkan kesengsaraan bagi hati & jiwa sekaligus. Ini berarti
penyimpangan & jauh dari kebenaran. Sedangkan kebahagiaan, hanya
tersimpan pada penghambaan diri yang jujur pada Allah, bukan pada yang
lain.
Ini
di dunia, & masih ada kesengsaraan & kebahagiaan di akhirat,
keduanya sangat ditentukan oleh perjalanan hidup mansia di dunia ini.
Maka orang yang hanya mencari keridhaan Allah semata di dunia, bukan
ingin menyenangkan yang lain-lain, beramal untuk tujuan yang kekal, maka
di akhirat nanti, dia pasti termasuk golongan orang-orang yang
beruntung & mendapat kebahagiaan. & kebahagiaan itu, sebagaimana
yang disampaikan oleh Imam Ghazali:
“Kekal
tiada kefanaan, lezat tiada kelelahan, gembira tanpa ada kesedihan,
kaya tanpa ada kefakiran, sempurna tanpa ada kekurangan sedikit pun
& mulia tanpa ada kehinaan sedikit pun.” Inilah kebahagiaan hakiki
yang kekal, sedangkan kebahagiaan yang lain-ain, akan lenyap &
habis. Ibnu Hazm berkata:
“Bila
Anda mengikuti segala sesuatu, maka ia akan merusak Anda sendiri,
akhirnya ia akan lenyap & habis, hingga Anda sadar bahwa beramal
hanya untuk akhirat saja. Karena semua angan-angan yang Anda capai,
setelah itu Anda akan diikuti oleh penyesalan, mungkin karena ia pergi
dari Anda & mungkin juga karena Anda yang pergi meninggalkannya.
Keduanya harus Anda lalui & Anda hadapi, kecuali bila Anda beramal
hanya untuk mencari ridha Allah, niscaya Anda akan menemukan
kebahagiaan, cepat atau lambat. Adapun di dunia, jangan hiraukan apa-apa
yang menjadi perhatian banyak orang, niscaya Anda akan dihargai oleh
kawan & lawan, sedangkan di akhirat, Anda akan mendapatkan balasan
surga yang abadi.”
Berhubungan dengan kesengsaraan & kebahagiaan di dunia & di akhirat ini, Allah berfirman,
“…Barangsiapa
yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat & tidak akan celaka.
& barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, & Kami akan menghimpunkannya pada
hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa
Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya ialah
seorang yang melihat? Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang
padamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, & begitu (pula) pada
hari ini kamupun dilupakan. & demikianlah Kami membalas orang yang
melampaui batas & tidak percaya pada ayat-ayat Tuhannya. &
sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat & lebih
kekal.” (QS. Thaha[20]: 123-127)
4. Tidak Ada Jalan Untuk Membebaskan Jiwa Manusia, Kecuali Dengan Menghadap Allah Semata
Pemahaman
tentang ‘ubudiyyah (beribadah) pada Allah dalam Islam, merupakan
kebebasan yang paling tinggi & martabat yang paling sempurna. Bila
ibadah dilakukan dengan benar, berrati dia telah membebaskan diri dari
kekuasaan & perbudakan makhluk & tunduk kepdanya. Seorang muslim
memandang alam dengan pandangan kekuasaan, sedangkan Allah menciptakan
segala sesuatu untuk manusia & ditundukkan untuknya.
Allah SWT berfirman, “Dan Allah tundukkan bagi kalian semua yang ada di langit & di bumi secara keseluruhan…” (QS. Al-Jatsiyah[45]: 13)
Jika
demikian, maka seorang muslim tidaklah pantas tunduk pada makhluk &
makhluk tidak layak dijadikan tujuan,karena kedudukannya sangat rendah,
dank arena ia diciptakan untuk dimanfaatkan sebagai sarana kemaslahatan
bagi orang-orang muslim.
Seorang
muslim tidak pantas diperbudak oleh manusia lain, karena semuanya ialah
hamba Allah. Jika ada manusia yang berbuat semena-mena, seorang muslim
patut menyampaikan kalimat yang hak atau kebenaran serta mengingatkan
akan tujuan kenapa mereka diciptakan, kemana mereka akan dikembalikan
& mengingatkan kelemahan mereka, agar mereka sadar.
Dengan
beribadah pada Allah, sebenarnya manusia telah terbebas & merdeka
dari segala pengaruh hawa nafsunya, karena hawa nafsu ialah berhala
terburuk yang disembah. Allah SWT berfirman,“Apakah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhannya?” (QS. Al-Furqan[25]: 43)
Karena,
terkadang manusia menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan yang disembah
& menguasai jiwanya. Tindakannya hanya akan sesuai dengan keinginan
hawa nafsu & usahanya akan sejalan dengan kehendak hawa nafsunya
dalam mencari apa yang ia inginkan.
Islam
menganggap tunduk pada hawa nafsu yang biasa mengajak manusia lakukan
berbagai hal yang haram ialah dosa. Adapun melawan hawa nafsu untuk
lakukan berbagai hal yang haram –walau disukai oleh jiwa- ia merupakan
bagian kebebasannya masih terbatas, dengan meninggalkan sebagian yang ia
senangi, tapi sesungguhnya dia telah bebas dari kekuasaan hawa nafsu
pada sisi lain.
Orang
yang mengatakan bahwa mereka mampu merealisasikan kebebasan jauh dari
aturan Allah & manhaj-Nya, maka apa yang mereka kemukakan itu ialah
keliru besar. Karena, manusia & seluruh makhluk akan tetap menjadi
hamba, suka atau tidak suka. Tapi, manakala dia menolak untuk tunduk
pada Allah karena pilihannya sendiri, berarti dia akan tunduk pada
makhluk yang kedudukannya sama dengan dirinya sendiri, tidak mampu
mendatangkan manfaat & tidak pula kuasa menolak bahaya. Bahkan,
boleh jadi dia akan tunduk & patuh pada makhluk yang lebih rendah
& lebih hina dari dirinya.
Dengan
demikian, berarti dia sudah menukar ‘ubudiyyah pada Allah dengan
‘ubudiyyah pada makhluk, & dia tidak akan pernah keluar dari
perbudakan menuju kebebasan yang hakiki. Bahkan, dia mungkin akan
menghindari ber’ubudiyyah pada Allah, lalu ber’ubudiyyah pada Thaghut,
berhala atau patung, manusia, matahari atau bulan…Dan Allah mencela
orang-orang yang bersifat seperti ini.
Allah berfirman, “Diantara mereka ada yang Allah jadikan kera & babi serta penyembah Thaghut.” (QS. Al-Maidah[5]: 60)
Cobaan
yang diturunkan Allah pada mereka ialah sebagai balasan dari pendustaan
mereka, bahwa mereka rela diperbudak oleh para Thaghut, padahal
sebelumnya mereka ialah penyembah Allah.
Akhir-akhir
ini banyak semboyan-semboyan kebebasan yang disuarakan, mereka
mengatakan bahwa revolusi Perancis-lah yang mendeklarasikan dasar-dasar
kebebasan ini, & PBB juga mendukungnya. Padahal, sebenarnya bukanlah
demikian. Apa yang mereka lakukan, tidak lebih dari mengeluarkan
manusia dari perbudakan perundang-undangan & ras menuju
perundang-undangan baru & ras yang baru. Namun demikian, mereka
tetap saja diperbudak, walau mereka menganggap diri mereka sudah bebas
& merdeka.
Perundang-undangan
& aturan itu tidak akan pernah mengeluarkan mereka dari perbudakan
manusia & menjerumuskan pada perbudakan yang zalim, kecuali bila
mereka sudah jadi hamba Allah & hanya taat serta patuh pada-Nya.
Bila
mereka hanya berniat untuk mencari keridhaan-Nya semata, saat itu
mereka akan merasakan kebebasan yang sebenarnya dari kekuasaan penguasa.
Bahkan, akan terbebas dari perbudakan hawa nafsunya sendiri yang
senantiasa mengalir dalam tubuhnya.
Kebanyakan
manusia tidak ber’ubudiyyah pada Allah, tapi ber’ubudiyyah pada selain
Allah. Orang-orang komunis ialah manusia yang paling pembangkang
terhadap & paling jauh dari Allah. Mereka sangat sombong & tidak
mengakui keberadaan Allah, seperti di Rusia & China.
Kebebasan
yang mereka gambor-gemborkan tak lain dari kebohongan & fatamorgana
belaka. Orang-orang Komunis hanya ingin membebaskan dari dari kekuasaan
Allah SWT, lalu mendirikan Negara sebagai Tuhan yang mampu memproduksi
kebebasan bagi rakyatnya & melarang mereka untuk mengemukakan
pendapat. Sementara itu, pemerintah berkuasa penuh atas hak milik
rakyat, jutaan orang ditangkap serta dibuang ke Siberia, dikurung dalam
penjara yang disediakan untuk menampung banyak orang. Saat merayakan
hari besar, belasan juta orang disuruh melintas sambil menundukkan
kepala di hadapan patung pendiri komunis yang tidak manusiawi itu di
Moskow. Mereka telah berhasil mengeluarkan manusia dari hanya sekedar
gelap menuju kegelapan sejati, mereka mengeluarkan manusia dari suatu
sesembahan pada sesembahan yang lain (selain Allah). Padahal, tidak ada
yang mampu membimbing manusia untuk menyembah Allah, selain Islam.
Sungguh
benar apa yang dikemukakan oleh salah seorang panglima kaum muslimin
saat berhadapan dengan angkatan perang Persia, dia berkata, “Allah telah
mengutus kami untuk mengeluarkan manusia dari menyembah makhluk untuk
menyembah Allah, mengeluarkan manusia dari kesemena-menaan berbagai
agama menuju keadilan Islam & mengeluarkan manusia dari sempit dunia
menuju luas & betapa indahnya dunia & akhirat.”
Siapa
yang tidak mau menerima Islam sebagai agama & menjadikannya sebagai
sumber hukum, maka sesungguhnya dia telah berada dalam kubangan kotoran
yang paling busuk yaitu kotoran jahiliyah. Allah SWT berfirman,
“Apakah
hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, & (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin
?”
(QS. Al-Maidah [5]: 50)
Siapa
yang tidak mengakui Allah sebagai Tuhan yang disembah, maka
sesungguhnya dia telah menghinakan dirinya sendiri dengan menyembah
berbagai makhluk yang boleh jadi lebih rendah & lebih hina dari
dirinya sendiri. Sementara itu, mereka telah menginjak-injak harga diri
mereka sendiri. Islam menganggap orang yang cita-cita & tujuan
tertingginya ialah uang, emas & perak serta pakaian & makanan,
ialah sebagai budak dari berbagai materi yang menguasai dirinya.
Rasulallah S.A.W bersabda,
“Celakalah
orang yang diperbudak oleh Dinar & Dirham, celakalah orang yang
diperbudak oleh pakaian mewah, celaka & hina & bila dia tertusuk
duri, dia tidak mampu mengeluarkannya.” (HR. Bukhari, lihat Misykat al-Mashabih 2/649)
5. Karunia Allah & Kebaikan Terhadap Hamba
Diantara
sebab yang mengharuskan manusia beribadah pada Allah ialah, bahwa
Allah SWT selalu berbuat baik & memberi mereka berbagai karunia. Di
balik itu, Allah tidak pernah mengharapkan balasan dari mereka. Allah
telah memudahkan berbagai kebaikan & menyingkap mana yang berbahaya
& memberi mudarat. Semua itu bukan bertujuan agar Allah mendapatkan
keuntungan & penghargaan dari manusia, & tidak pula untuk
menolak kemudaratan atas dzat-Nya, tapi ialah sebagai rahmat &
kebaikan-Nya.
Manusia
lakukan kebaikan pada orang lain ialah karena mengharapkan sesuatu,
jika tidak karena mengharapkan ridha Allah. Karena, bila orang sudah
saling mencintai, maka dia akan meminta agar apa yang dia inginkan dapat
dipetik dari orang yang mencintainya. Apakah mereka mencintainya karena
kecantikan atau karena ketampanan lahir atau batinnya. Bila mereka
mencintai para Nabi & orang-orang saleh, mereka pasti ingin bertemu,
mereka ingin melihat & mendengar ucapannya. Demikian juga halnya
orang yang mencintai seseorang karena keberanian, karena kepemimpinan,
karena kecantikan & ketampanan atau karena kedermawanannya, pasti
ada sesuatu yang diharapkan dibalik perasaan cintanya tersebut. Jika
tidaklah karena harapan itu, maka mereka tidak akan mencintainya.
Jika
mereka mendapatkan keuntungan, seperti dibantu & diberi sejumlah
uang, atau diselamatkan dari bahaya seperti sakit, paling tidak dengan
doa atau dengan memberikan pujian, mereka pasti mengharapkan balas jasa,
jika perbuatan itu tidak dilakukan karena Allah semata.
Angkatan
perang, para pelayan di istana, para buruh di berbagai perusahaan &
para pembantu Presiden, semuanya mau bekerja karena ingin mendapatkan
sesuatu. Tidak ada yang berharap lebih, kecuali jika sudah diberitahu,
dididik oleh pihak lain, pendidikan itu ialah pendidikan agama, atau
karena adanya kecenderungan naluri untuk berlaku adil & berbuat baik
untuk balas jasa & saling mengasihi. Jika tidak demikian, maka
tujuannya ialah tujuan yang pertama, yaitu mendapatkan keuntungan
pribadi. Inilah hikmah yang dapat dijadikan barometer kemaslatan bagi
makhluk-Nya.
Manusia
selalu mengharapkan berbagai kebaikan untuk diri mereka, sedangkan
Tuhan menginginkan agar diri Anda menjadi milik Anda sendiri.
Ikhlas Dalam Beribadah
Siddiq
Hasan Khan berkata: Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama,
bahwa ikhlas ialah salah satu syarat sah & diterimanya suatu amal,
diantara mereka yang mendukungnya ialah ‘Iz bin ‘Abdussalam, dia
berkata: “Ikhlas dalam beribadah ialah termasuk syarat.” Sementara Imam
Qurthubi mengatakan bahwa ikhlas termasuk hal yang wajib dalam
beribadah. & Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa ikhlas dalam beribadah
hukumnya ialah fardhu.
Oleh
karena itu, sangat aneh bila sebagian pengikut madzhab Hanafi
mengatakan bahwa ibadah akan sah tanpa ikhlas. Al-Humawi berkata: “Bila
seseorang lakukan shalat karena riya’ & sum’ah, maka shalatnya sah
menurut hukum fikih, karena dia sudah menyempurnakan syarat &
rukunnya. Namun demikian, dia tidak berhak mendapatkan pahala, karena
tidak adanya keikhlasan.”
Pada
kesempatan lain dia juga berkata: “Niat yang ikhlas, sangat menentukan
dalam hal mendapatkan pahala, bukan sah-nya suatu ibadah, karena pahala
didasarkan pada adanya keinginan yang kuat, yaitu ikhlas, sedangkan
sahnya ibadah, tidak tergantung pada ikhlas, tapi tergantung pada asal
niat. Jika ada orang yang shalat karena riya’, maka shalatnya tetap sah,
namun tidak mendapatkan pahala.”
Ibnu
‘Abidin berkata: “Ikhlas ialah salah satu syarat untuk mendapatkan
pahala, bukan syarat sah-nya ibadah. Jika ada yang berkata: Lakukanlah
shalat Zhuhur, aku akan memberimu uang sebanyak satu Dinar, lalu dia
shalat untuk mendapatkan uang satu Dinar, maka yang berjanji memberinya
uang sebaiknya tidak memberinya sebagaimana yang dijanjikan. Karena,
dalam ibadah fardhu tidak ada istilah riya’ untuk menggugurkan
kewajiban.”
Demikianlah
pendapat mereka, jika mereka bermaksud untuk menjelaskan bahwa
keikhlasan tidak diperlukan dalam beribadah, tapi masalahnya ialah
antara seorang hamba dengan Allah SWT, sebagaimana yang dikemukakan
dalam kitab adz-Dzakhirah al-Murdhiyah. Maka apa yang mereka kemukakan
itu ialah benar. Tapi, jika mereka mensahkan ibadah & menganggap
niat sebagai syarat untuk mendapatkan pahala, bukan untuk kesahan
ibadah, maka apa yang mereka katakana ini ialah keliru.
Pendapat
dua orang hali Fikih ini dikemukakan karena pengaruh pembagian
ilmu-ilmu dalam Islam menjadi bagian-bagian tersendiri, bahkan sampai
pada masalah-masalah yang sebenarnya satu, akhirnya dipisah ikhlas ialah
salah satu pembahasan ilmu tauhid yang merupakan pondasi bagi setiap
amal & perbuatan hati, perkataan atau perbuatan badan, & masalah
keikhlasan ini sepatutnya mendapat perhatian serius. Adapun seperti
yang dikatakan oleh orang-orang akhir-akhir ini bahwa ikhlas merupakan
“masalah tambahan & pelengkap niat, bisa jadi niat aka nada tanpa
ikhlas. Sementara pembahasan para ahli Fikih, hanya terbatas pada niat
& hukum-hukum yang mereka bahas berhubungan dengan niat saja,”
pendapat ini tidaklah sepenuhnya benar.
Imam
Suyuthi mengatakan: Tidak sah-nya ibadah orang yang menyembelih dengan
niat berkurban karena Allah dank arena selain Allah pada waktu yang
sama, yang demikian itu ialah karena tidak adanya keikhlasan.
Kita
telah mengemukakan pendapat sebagian ulama yang menganggap ikhlas
sebagai syarat, mereka yang mengatakan bahwa suatu ibadah yang dilakukan
karena tidak ikhlas ialah batal. Al-Haththab berkata: “Orang yang
ikhlas beribadah ialah orang yang amalnya bersih dari segala bentuk
cacat kemusryikan & riya’, itu akan terjadi jika tujuannya beramal
hanyalah untuk mendekatkan diri pada Allah SWT & mengharapkan pahala
yang dijanjikan-Nya. Tapi, manakala dia berbuat & bertindak bukan
karena Allah, tapi karena ada tujuan duniawi, maka apa yang dia lakukan
tidak akan bernilai ibadah, tapi akan berbalik menjadi musibah yang akan
menjerumuskan pelakunya.”
Ibnu
Taimiyah menjelaskan, mereka yang membayarkan zakat pada penguasa
karena takut diancam, takut leher mereka akan dipancung atau harga diri
mereka akan dilecehkan, atau harta mereka akan disita, begitu juga
mereka yang menunaikan shalat karena takut, beliau mensifati mereka
dengan sifat munafik & riya’, lalu beliau berkata: “Menurut pendapat
kami & mayoritas ulama, bahwa ibadah yang mereka lakukan ialah
ibadah yang rusak & tak bernilai, jika niat mereka seperti ini, maka
ibadah itu tidak menggugurkan yang fardhu.”
Rasulallah S.A.W bersabda, “Sesungguhnya
Allah tidak akan menerima amal seseorang, kecuali yang dilakukan dengan
ikhlas dank arena ingin mencari ridha Allah semata.” (HR. Nisai, lihat Shahih al-Jami 2 hadits No. 1852)
Sekali lagi, apa yang kami tulis disini hanyalah sebagian kecil dari ebook yang kami ketik sendiri berjudul:
Kami
tidak dapat cantumkan semua karena posting di situs ini hanya
dibatasi sekitar 15.000 huruf saja. Dari itu kami anjurkan kepada
saudara-saudariku semua diseluruh pelosok negeri untuk memiliki file
aslinya DI SINI secara GRATIS, FREE, CUMA-CUMA.
Cukup
1x klik maka file akan langsung di download, tanpa menunggu,
tanpa memasukkan kode verifikasi, kecepatan maksimum (tergantung
kecepatan internet/modem anda), dan lain sebagainya yang kami buat
demi kenyamanan ummat.
Mohon
bantu usaha dakwah kami dengan klik share dibawah ini, mungkin
sekali facebook (network milik yahudi) memblokirnya, namun hal ini
dapat diatasi dengan menekan tombol x atau menghilangkan
prewiewnya. Cara lain pun bisa dilakukan dengan menghapus tulisan
http:// -nya sebelum dipaste kan ke status.
Semoga
ini semua menjadi amal ilmu dengan pahala tak putus bagi kita
semua dan bagi saudara saudari yang mengikutinya setelah kita
tiada... aamiin
No comments:
Post a Comment