Sematkan Ikhlas Dalam Hati

Sematkan Ikhlas Dalam Hati




أعوذ بالله من الشيطن الرجيم

بسم الله الرحمن الرحيم


السلام
عليكم . بِسْــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم .لا إله إلاَّ الله .محمد رسو   ل الله
الحمد لله رب العا لمين . الصلاة و السلام على رسو ل الله .اما بعد


Banyak mungkin saudara saudari yg berpikiran jika situs ini jarang update artikel, ini disebabkan kami lebih mengutamakan mengetik ebook, membuat film dsb. Karena dengan Ebook / audio / film yg di download maka otomatis file tersebut dapat dibaca secara offline, tidak perlu online, dan yg lebih utama adalah penyebarannya akan lebih cepat karena biasanya dikopikan antara hardisk, flashdisk, disimpan di internet cafe / tempat umum atau copy link ke situs, blog, email, fb / media sosial lainnya.
Maka dari itu, perhatikanlah apa update download di situs ini, jangan terlalu diperhatikan artikel postingnya. Dan apa yang kami tulis disini hanyalah sebagian kecil dari ebook yang kami ketik sendiri berjudul:
Kami tidak dapat cantumkan semua karena posting di situs ini hanya dibatasi sekitar 15.000 huruf saja. Dari itu kami anjurkan kepada saudara-saudariku semua diseluruh pelosok negeri untuk memiliki file aslinya DI SINI secara GRATIS, FREE, CUMA-CUMA.
Cukup 1x klik maka file akan langsung di download, tanpa menunggu, tanpa memasukkan kode verifikasi, kecepatan maksimum (tergantung kecepatan internet/modem anda), dan lain sebagainya yang kami buat demi kenyamanan ummat.
Dan berikut adalah sebagian bab dari ebook tersebut.


TUJUAN YANG HENDAK DICAPAI DENGAN NIAT
Luruskan Niat Dalam Beribadah
Tujuan yang hendak dicapai manusia dalam beribadah hanya satu, yaitu ridha Allah SWT. Sebab itu, bila suatu amal diniatkan bukan untuk mencari ridha Allah SWT, maka ia tidak akan bernilai apa-apa. Pembaca yang membaca Al-Qur’an & Sunnah, tentu sudah tahu, bahwa inilah satu-satunya tujuan yang dianjurkan dalam Islam. Perintah utama Al-Qur’an ialah isi & kandungan dari firman Allah,
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu & orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2] : 21)
Dan firman Allah, dalam QS. Al-Bayyinah [98] : 5
“Dan mereka tidak diperintah, kecuali untuk beribadah pada Allah.”
Hanya Satu Tujuan Dalam Al-Qur’an, Yaitu Ikhlas
Al-Qur’an mengistilahkan tujuan ini dengan ikhlas.  Ikhlas tidak hanya sekedar menghadap pada Allah dalam lakukan satu amal saja, tapi semua amal yang dilakukan oleh mukallaf hendaknya tertuju hanya pada Allah semata.
Ibadah bukan untuk meraih kekuasaan & kedudukan, tidak pula menyembah batu, pohon, bulan & matahari. Ikhlas maksudnya ialah hanya menghadap pada Allah semata dengan amal hati & anggota badan. Ikhlas ialah agama yang Allah turunkan pada para Nabi & rasul, & ikhlas ialah inti dakwah & inti agama yang disampaikan oleh para Rasul.
Allah SWT berfirman, dalam QS. Al-Bayyinah [98] : 5
“Dan mereka tidak diperintah, kecuali untuk beribadah pada Allah.”
Semua Rasul berkata pada kaumnya,
“Beribadahlah kalian pada Allah, kalian tidak mempunyai Tuhan selain Dia,”                                                                 (QS. Al-Mukminun [23]: 32)
 “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan padanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. Al-Anbiya’ [21]: 25)
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), & jauhilah Thaghut….”. (QS.Nahl [16]: 36)
Definisi ikhlas menurut para ulama memang berbeda-beda, namun tujuannya tetap sama, yaitu mengikhlaskan berbagai aktivitas untuk mendekatkan diri hanya pada Allah saja.
Ar-Raghib mendefinisikan, “Ikhlas ialah mengikhlaskan niat hanya karena Allah.”
Sementara Abul Qasim al-Qusyairi mendefinisikan, “Mengesakan Allah SWT dalam berbiadah dengan niat, dalam lakukan keta’atan, hanya berharap pada Allah saja. Tidak berpura-pura pada makhluk & mengharapkan pujian atau supaya disayangi orang lain, atau dengan lakukan berbagai cara untuk mendekatkan diri pada selain Allah.”
Pada kesempatan lain dia mendefinisikan, “Boleh juga didefinisikan bahwa ikhlas ialah  membersihkan amal dari segala pengaruh makhluk.”
‘Izz bin ‘Abdussalam mendefinisikan, “Ikhlas ialah, bahwa seorang mukallaf lakukan ketaatan dengan penuh keikhlasan hanya karena Allah semata, tidak mengharapkan penghargaan dari siapapun, tidak mengharapkan manfaat keagamaan & tidak pula untuk menolak mudarat duniawi.”
Al-Harits al-Muhasibi mendefinisikan, “Ikhlas ialah mengesamping-kan makhluk dalam beribadah pada Tuhan.”
Sahl bin ‘Abdullah mendefinisikan, “Ikhlas ialah diam & bergeraknya seorang mukallaf, hanya untuk Allah semata.”
Setelah mengemukakan beberapa definisi diatas, Iman Ghazali berkata, “Semua definisi ini ialah kalimat-kalimat yang padat makna & mencakup semua tujuan yang hendak dicapai.”
Ikhlas dalam buku-buku Bahasa ialah membersihkan & membedakan sesuatu dari segala bentuk kotoran yang menghinggapinya.
Sementara “al-Khilash” ialah emas & perak yang sudah dibersihkan dengan api. Makna-makna ini tertuang dalam Al-Qur’an,
“…Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi & darah… (QS. An-Nahl [16]: 66)
Sedangkan yang dimaksud dengan firman Allah “Khalashuu Najiyya ” pada saudara-saudara Yusuf ialah, Mereka menghindar & berpisah darinya.
Dan yang dimaksud dalam ayat saat Allah menceritakan orang-orang musyrik “Khalishatan Lidzukuurina ,” maksudnya ialah, hanya kaum laki-laki saja yang boleh menikmatinya.
Allah SWT berfirman, “Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya & (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat…”. (QS. Al-A ‘raf [7]: 32)
Maksudnya ialah, tak seorang kafir pun menyertai mereka dalam menikmatinya.
Dari sini dapat dipahami, bahwa antara makna Bahasa & istilah ada keserasian, maka tujuan ikhlas ialah membersihkan niat pada Allah dari segala kerusakan yang mencampurinya, sehingga ibadah hanya akan tertuju pada Allah saja, bukan pada yang lain-lain.
Sungguh Sulitnya Ikhlas
Keikhlasan yang sesungguhnya, ialah tugas yang sangat berat untuk ditunaikan oleh manusia. Namun demikian, kesulitan ini tidak begitu dirasakan oleh orang awam, sementara para ulama merasakannya sangat berat & sulit. Betapa banyak ulama & orang-orang saleh yang merasakan berat & sulitnya ikhlas. Sufyan ats-Tsauri berkata: “Aku tidak pernah menghadapi sesuatu yang paling berat untuk diluruskan selain niatku, ia selalu berubah & menyeretku.”
Oleh arena itu, Rasulallah S.A.W sering berdoa sebagaimana sabdanya,
“Wahai dzat yang membolak balikkan hati, tetapkanlah hatiku dalam agama-Mu.” (HR. Tirmidzi, No. 49, 124 & Ibnu Majah)
Rasulallah S.A.W sering mengatakan, “Tidak, Demi dzat yang membolak balikkan hati.” HR. Bukhari, lihat Fathul Bari 13/377)
Hati memang sering mengalami perubahan saat menentukan suatu niat. Siapa yang ingin mengetahui lebih dalam, perhatikanlah bagaimana niat begitu cepat berubah dalam waktu yang sangat singkat. Rasulullah saq bersabda,
“Semua hati berada dalam genggaman Allah, jika Allah berkehendak, Dia akan menjadikannya istiqamah, & jika Allah berkehendak, Dia akan mencabut keistiqamahannya, begitu juga Mizan, ia berada dalam genggaman Allah, & Allah akan mengangkat suatu kaum & merendahkan kaum yang lain, hingga kiamat datang.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya, Ibnu Majah dalam Sunannya & Hakim dalam Mustadraknya. Lihat: Shahih al-Jami’ 5/5623)
Rasulallah S.A.W juga bersabda,“Sungguh, hati anak Adam itu lebih cepat berpaling daripada air yang sedang mendidih.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya & Hakim dalam Mustadraknya dari Miqdad. Lihat: Kanzul ‘Ummal 1/216)
Penyebab berpalingnya hati ialah karena banyaknya masalah yang dihadapi. Sedangkan hati, menurut Sahl bin ‘Abdullah ialah, “Sangat halus & mudah dipengaruhi oleh hal-hal sepele.”
Al-Harits al-Muhasibi menjelaskan hal-hal yang biasa mempengaruhi hati, yaitu terdiri dari tiga faktor:
Pertama: Berupa teguran dari Allah SWT. Rasulallah S.A.W bersabda,
“Siapa yang Allah kehendaki menjadi hamba yang baik, maka Allah akan menjadikan baginya penegur dalam hatinya.”
Dalam hadits lain Rasulallah S.A.W juga bersabda, “Allah memberikan perumpamaan jalan yang lurus & di kedua sisinya terdapat dinding, di dinding itu ada pintu-pintu yang terbuka, & pada setiap pintu ada hijab yang menutupi, sementara diatasnya ada orang yang memanggil: Wahai manusia, tempuhlah halan ini dengan baik & janganlah kalian sampai menyimpang. Lalu ada lagi seorang penyeru, saat seseorang ingin membuka hijab salah satu pintu itu, dia berkata: Celaka kamu, janganlah kamu buka pintu itu. Karena, bila kamu membukanya, maka kamu harus memasukinya.
Jalan yang dimaksud itu ialah agama Islam, dua pagar yang disebutkan itu ialah aturan & ketentuan Allah SWT, sedangkan pintu-pintu yang terbuka itu ialah semua hal yang diharamkan Allah, sementara penyeru yang berada di jalan itu ialah Al-Qur’an & penyeru dari atas jalan itu ialah petugas Allah yang berada dalam hati manusia.”
Al-Muhasibi berkata, penegur yang Allah tugaskan akan selalu berada dalam hati seorang muslim, & Allah akan menumbuhkan perasaan dalam hatinya, atau dengan menugaskan seorang malaikat untuk lakukan itu.
Kedua: Tipu daya & was-was yg dihembuskan setan, Allah SWT memerintahkan Rasul-Nya untuk segera berlindung pada Allah dari bujuk rayu setan,
“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah pada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”                                                                (QS. Al-a ‘raf [7]: 200)
Allah memberitahu bahwa setan selalu berusaha menggoda & merayu manusia,
“(Berlindung)-lah dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.” QS. Naas: 4-5
Allah memang memberi kemampuan pada setan untuk menyelinap ke dalam hati manusia. Dalam sebuah hadits, Rasulallah S.A.W menjelaskan,
“Sesungguhnya setan memasuki pembuluh darah anak Adam.”
  (HR. Bukhari & Muslim)
Tujuannya ialah untuk membisikkan kejahatan pada manusia, tapi bila seorang hamba berzikir mengingat Allah, maka setan itu akan lari.
Setan akan selalu berusaha menghiasi kejahatan & maksiat supaya dilakukan oleh manusia. Allah SWT berfirman,
“Tidakkah kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu pada orang-orang kafir untuk menghasung mereka berbuat ma'siat dengan sungguh-sungguh?,”       (QS. Maryam [19]: 83)

Maksudnya ialah, setan selalu mengajak mereka untuk lakukan perbuatan maksiat & dosa dengan segala usaha.
Allah SWT berfirman, “Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang bagus apa yang ada di hadapan & di belakang mereka...”                                                           (QS. Fushshilat [41]: 25)
Dan Allah SWT menjelaskan bagaimana tipu daya & bujuk rayu setan untuk menyesatkan manusia. Allah berfirman,
“Yang dila'nati Allah & syaitan itu mengatakan: "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya), & aku benar-benar akan menyesatkan mereka, & akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka & menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, & akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah)…”                               (QS. An-Nisa [4]: 118-119)
Dalam hadits lain Rasulallah S.A.W bersabda,
“Sesungguhnya setan selalu menghadang manusia dalam segala kesempatan, ia menghadangnya di jalan Islam & berkata: Apakah kamu akan masuk Islam, lalu meninggalkan agamamu & agama nenek moyangmu. Namun demikian, hamba ini tidak menghiraukan rayuan itu & tetap memeluk agama Islam.
Lalu setan merayunya di jalan hijrah & berkata: Apakah kamu akan hijrah & meninggalkan kampong halaman & tanah tumpah darahmu?
Sesungguhnya perumpamaan orang yang hijrah itu tak obahnya seperti kuda dalam perjalanan, hamba itu pun tidak menghiraukan bujuk rayu setan ini, & dia pun tetap hijrah.
Lalu setan merayunya di jalan jihad, yaitu berjihad dengan jiwa raga & harta benda, setan akan berkata: Apakah kamu akan membunuh, akan rela terbunuh, lalu isterimu akan dinikahi orang lain & harta kekayaanmu akan dibagi-bagikan? Hamba itu pun tidak peduli dengan bujuk rayu setan yang terkutuk ini, lalu dia pun berjuang di jalan Allah.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya, lihat juga Ighatsatu al-Lahfan 1/101)
Dan diantara hikmah Allah menciptakan hati manusia sebagai medan perjuangan ialah, karena hati selalu dipengaruhi oleh malaikat & setan, terkadang ia dibimbing oleh malaikat & pada kesempatan lain, ia dikuasai oleh setan.
Allah SWT berfirman, “Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan & menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya & karunia…” (QS. [2]: 268)
Rasulallah S.A.W menjelaskan hal itu dalam sabdanya,
“Sesungguhnya malaikat & setan akan mempengaruhi hati manusia. Adapun pengaruh malaikat, ialah berupa ajakan lakukan kebaikan & membenarkan janji-janji Allah, sedangkan ajakan setan, ialah menjanjikan kejahatan & mendustakan apa-apa yang Allah janjikan, lalu Rasulallah S.A.W membaca firman Allah,
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian, dengan kemiskinan & menyuruh kalian berbuat kejahatan (kikir), sedangkan Allah menjanjikan ampunan & karunia untuk kalian dari-Nya.” (HR. Tirmidzi, l;ihat Misykah 1/28)
Ibnul Qayyim menerangkan hadits ini, “Malaikat & setan selalu datang silih berganti ingin menguasai hati manusia seperti silih bergantinya siang & malam. Ada manusia yang waktu malamnya lebih panjang dari siang, sementara yang lain lebih panjang siangnya & ada pula yang semua waktunya hanya siang saja, sementara yang lain hanya malam saja.”
Hasan Basri berkata, “Keduanya (malaikat & setan) ialah kebimbangan yang senantiasa menguasai hati manusia, ada kebimbangan yang datang dari Allah & ada pula yang datang dari musuh Allah, & Allah merahmati hamba yang berpikir saat menghadapi kebimbangan, jika ia datang dari Allah, maka dia akan melaksanakannya, & jika ia datang dari setan, maka dia akan berusaha menundukkannya.”
Bila setan berusaha menguasai manusia & membujuk dengan berbagai cara, maka semua jasad manusia itu akan rusak secara total. Rasulallah S.A.W bersabda,
“Ketahuilah, bahwa dalam diri manusia terdapat segumpal darah, bila ia baik, maka akan baiklah jasad itu secara keseluruhan & bila ia rusak, maka akan rusak pulalah jasad itu secara keseluruhan. Ketahuilah, segumpal darah itu ialah hati.” (HR. Bukhari & Muslim)
Dalam hadits lain Rasulallah S.A.W bersabda, “Sesungguhnya amal itu ialah seperti bejana, bila bagian bawahnya bersih, maka bagian atasnya juga akan ikut bersih & bila bagian dalamnya kotor, maka bagian atasnya juga akan ikut kotor.”                        (HR. Ibnu Majah & Ahmad)
Ibnul Qayyim berkata, “Setan mampu menyihir akal, sehingga terpedaya, tidak ada yang selamat dari tipu dayanya selain orang yang dijaga oleh Allah SWT. Setan selalu memperindah perbuatan jahat jadi kebaikan yang sangat berharga & menghalangi manusia untuk berbuat kebaikan yang paling bernilai, sehingga dia menganggapnya sebagai suatu amal yang paling berbahaya & tak berharga.
Tidak ada Tuhan selain Allah, betapa banyak manusia yang ditipu & dirayu setan, betapa banyak hati manusia yang dihalangi dari iman, Islam & ihsan & betapa banyak kebatilan yang lebih ditonjolkan & dianggap kebaikan. Sementara kebaikan, sengaja dikubur & diperlihatkan seperti sesuatu yang tidak baik! Betapa banyak orang-orang rakus yang menikah dengan orang-orang yang arif! Inilah salah satu tipu daya setan terhadap akal manusia, ia akan senantiasa berusaha menjerumuskan & membujuk manusia agar mau memperturutkan hawa nafsu, hingga akhirnya mengikuti semua jalan kesesatan satu persatu dengan perlahan tapi pasti.”
Ketiga: Pihak ketiga yang mempengaruhi hati ialah sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Muhasibi: Nafsu akan selalu mengajak manusia untuk lakukan perbuatan tercela, mengajak pada kedurhakaan & kejahatan.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya nafsu itu selalu mengajak pada kejahatan.”   (QS. Yusuf [12]: 53)
Nabi Ya’qub as berkata pada anak-anaknya saat mereka mengatakan bahwa srigala telah mencabik-cabik & memakan jasad Yusuf as.
“Sebenarnya kalian-lah yang memandang baik perbuatan (yang buruk).”                                                                                                 (QS. Yusuf [12]: 18)
Allah SWT menjelaskan kisah seorang manusia yang membunuh saudaranya sendiri, “Maka hanya nafsu Qabil-lah yang menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya.”                                     (QS. Al-maidah[5]: 30)
Nafsu amarah biasanya ditunggangi oleh berbagai keinginan & syahwat. Oleh sebab itu, seorang muslim hanya akan selamat dalam menghadapi perjuangan ini dengan menundukkan & mengalahkan keinginan hawa nafsu itu sendiri.
Inilah tiga faktor yang senantiasa mempengaruhi hati manusia, seorang hamba hendaklah selalu siap untuk menyelamatkan diri dari wayuan hawa nafsunya, berusaha mengekang & mengendalikan nafsu amarah, mempersiapkan segala sesuatu untuk memerangi & menundukkan musuh; yaitu setan, berperang melawan setan dengan senjata yang sudah Allah berikan, yaitu dzikir, membaca ayat-ayat Al-Qur’an & beribadah serta lakukan berbagai kebaikan lainnya.
Hanya Allah Tujuan Kita
Berharap & berniat hanya karena Allah, bukan tidak punya alasan yang logis & tujuan yang hakiki dalam membimbing akal menuju ketenangan & kedamaian jiwa. Berikut ini akan kita kemukakan sebagian hakikat yang akan diwujudkan oleh niat yang ikhlas dalam beribadah & mendekatkan diri pada Allah SWT.
1.             Tujuan Tertinggi Yang Tiada Bandingannya
Semua manusia; mukmin & kafir, mempunyai tujuan yang hendak dicapai, & mereka akan terus berusaha merealisasikannya. Demikianlah fitrah pemberian Allah. Manusia selalu bercita-cita & berkeinginan, berusaha & bergerak. Oleh karena itu, nama yang paling baik ialah Harits (selalu berusaha) & Hammam (mempunyai cita-cita tinggi) sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Rasulallah S.A.W. Karena semua manusia selalu berusaha (Harits) & semua manusia mempunyai cita-cita & keinginan yang tinggi (Hammam).
Manusia diciptakan mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan
sesuatu, mempunyai keinginan & mendapatkan pertolongan, mendapatkan tempat bergantung. Boleh jadi yang dia tuju ialah Allah & boleh jadi selain Allah, & manusia memang mempunyai banyak keinginan.
Sebab, manusia tidak bisa hidup sendiri, selalu membutuhkan orang lain untuk menutupi kekurangan, menyempurnakan & melengkapi serta mendapatkan apa yang dia inginkan. Kebutuhan ini selalu ada & tidak pernah habis.
Dan diantara kelemahan manusia ialah, mengharapkan sesuatu dari sesama makhluk, dia mengira bahwa makhluk akan mampu memenuhi keinginannya. Rasulallah S.A.W bersabda,
“Jika sekiranya anak Adam memiliki dua lembah emas, sungguh dia akan menginginkan lembah emas yang ketiga.” (HR. Bukhari & Muslim)
Jiwa manusia selalu ingin mendapatkan apa yang belum dia dapatkan. & semua kebutuhan itu tidak akan terpenuhi, kecuali bila dia sudah sampai pada Tuhan yang disembahnya, bila dia sudah mengenal & berusaha mencari keridhaan-Nya. Pada saat itulah, hatinya akan mendapatkan ketenangan hakiki. Allah SWT berfirman,
“Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati akan mendapatkan ketenangan.”                                                                (QS. Ar-Ra’ad [13]: 28)

Tidak ada yang dapat merangkul ketenangan selain sampai pada Allah dengan ma’rifah yang sempurna, berniat hanya karena-Nya & mengharap hanya pada-Nya.
Dalam mencari harapan, jiwa manusia bertingkat-tingkat & selalu ingin mendapatkan yang terbaik & paling sempurna. Sedangkan semua kesempurnaan, hanya ada pada dzat Allah. Berhubungan dengan masalah ini, Ibnu Khaldum berkata: “Akal selalu menginginkan apa yang menjadi harapannya, yaitu ma’rifah (mengenal Allah) & ilmu (yang akan mengantarkan pada ma’rifah), pemikiran akan selalu berusaha encari & merindukan kesempurnaan yang lebih tinggi untuk mengenal Sang Pencipta, karena hanya Dia Yang Lebih Sempurna, sedangkan makhluk, semua mempunyai kekurangan & kelemahan.
Akal selalu berusaha berdampingan dengan-Nya, semua gerakannya seragam & tidak pernah bosan, tidak pernah merasa lelah & letih sebagaimana yang biasa dirasakan oleh jasad, akal selalu berpindah  lebih cepat dari kilat & udara.”
Penyebab utama yang membuat manusia selalu mencari sesuatu yang paling rendah & tak berharga, mencari apa-apa yang tidak mampu menolak kemudaratan & mendatangkan manfaat ialah, karena ilmu yang keliru, karena kebodohan & cita-cita yang terlalu rendah. Semakin benar ilmu yang didapatkan oleh seseorang, kebodohannya akan semakin berkurang. Saat itu, keyakinannya akan semakin lurus, cita-citanya akan semakin tinggi & akan berusaha mencari hal-hal yang lebih berharga.
Tapi apa yang hendak dikata, ada orang yang cita-citanya tidak lebih dari sekedar mendapatkan sesuap nasi untuk mengeyangkan perutnya, mendapatkan minuman untuk menghilangkan rasa dahaga yang dia rasakan & hanya sekedar mendapatkan pakaian untuk menutupi auratnya saja, jangankan orang-orang yang beriman, kalangan jahiliyah pun mencela orang yang seperti ini.
Betapa banyak orang yang hanya mengharapkan kenikmatan dunia, minum khamar & bersenang-senang dengan para wanita penghibur, & sedikit orang yang bercita-cita tinggi untuk membela orang yang lemah & sengsara. Beginilah keadaan orang-orang jahiliyah dulu.
Tharafah bin ‘Abd, seorang penyair Jahiliyah yang meninggal pada tahun 60 sebelum hijrah telah menghabiskan separuh umurnya untuk bersenang-senang dengan para wanita, sementara separuhnya lagi, dia habiskan untuk merebut kekuasaan, namun semua usahanya hanya sia-sia, akhirnya dia pun mati. Apa yang dia cari selama ini tidak pernah berhasil, lalu jejak langkahnya diikuti oleh al-Mutanabbi yang mati karena memperebutkan kekuasaan, tapi semua usahanya hanya bagai fatamorgana belaka.
Adapun cita-cita seorang muslim, ialah mencapai tujuan tertinggi tiada tara & mengharapkan sesuatu yang tiada bandingnya. Pernah dikatakan pada salah seorang saleh: Cita-cita si Fulan itu sangat tinggi. Dia menjawab: jika begitu, berarti dia hanya mengharapkan surga yang Allah janjikan. Dalam kitab ‘Uyun al-Akhbar dikisahkan bahwa ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz as didatangi oleh seseorang yang berpakaian lusuh. Umar berkata: Wahai laki-laki yang berpakaian lusuh, sesungguhnya aku mempunyai jiwa yang selalu terjaga hingga aku menjadi pemimpin. Saat aku duduk di kursi kepemimpinan, ia semakin berkeinginan untuk menjadi Khalifah, & saat aku berhasil menjadi Khalifah, jiwaku justru menginginkan surga.
2.             Hanya Allah Yang Berhak Penerima Pengabdian
Hanya ridha Allah-lah yang patut dicari, bukan yang lain-lain. Karena hanya Allah-lah yang mempunyai sifat-sifat kemuliaan & kesempurnaan. Dia’lah yang paling sempurna pada dzat & Sifat-Nya, Dia-lah yang memberi nikmat, mendatangkan manfaat & mudarat, memberi & melarang, menolong & merendahkan & Dia pula yang memuliakan & menghinakan. Allah berfirman,
“Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan pada orang yang Engkau kehendaki & Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki & Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang & Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, & Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. & Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)”.
(QS. Ali ‘Imran[3]: 26-27)
Hanya pada Allah-lah tempat berharap, karena Dia-lah dzat Yang menciptakan, memberi petunjuk, memberi makan & minum, menyembuhkan yang sakit & mengampuni dosa-dosa & kesalahan.
Allah SWT berfirman, “(yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, & Tuhanku, Yang Dia memberi makan & minum padaku, & apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, & Yang akan mematikan aku, lalu akan menghidupkan aku (kembali), & Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat”.                                                            (QS. Asy-Syu’ara[26]: 78-82)
Dari Allah-lah permulaan & pada-Nya akan kembali segala sesuatu, hanya Dia yang patut dipuji, tiada Tuhan selain Dia & hanya Dia yang patut disembah.
Allah SWT berfirman, “Dan bahwasanya pada Tuhamulah kesudahan (segala sesuatu), & bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa & menangis, & bahwasanya Dialah yang mematikan & menghidupkan, & bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria & wanita. dari air mani, apabila dipancarkan. & bahwasanya Dia-lah yang menetapkan kejadian yang lain (kebangkitan sesudah mati), & bahwasanya Dia yang memberikan kekayaan & memberikan kecukupan, & bahwasanya Dialah yang Tuhan (yang memiliki) bintang syi'ra, & bahwasanya Dia telah membinasakan kaum 'Aad yang pertama, & kaum Tsamud. Maka tidak seorangpun yang ditinggalkan Nya (hidup).” (QS. Najm [53]: 42-51)
Allah ialah dzat Yang mempunyai sifat-sifat & perbuatan sebagaimana dituangkan dalam ayat diatas, maka Dia berhak untuk disembah, sementara yang lain (makhluk), tidak berhak disembah & tidak patut diagungkan, ridha-Nya-lah yang patut dicari, tempat berlindung & tempat meminta kenikmatan.
Beribadah pada Allah merupakan hak-Nya murni, tidak disertai oleh siapapun. Mu’adz bin Jabal ra menceritakan: Dalam suatu perjalanan, aku berboncengan dengan Rasulallah S.A.W di punggung keledai, lalu beliau berkata padaku:
“Wahai Mu’adz, apakah kamu tahu, apa saja hak Allah atas hamba-Nya, & apa saja hak hamba atas Allah?” Aku menjawab: Allah & rasul-Nya yang lebih mengetahui. Lalu Rasulallah S.A.W bersabda, “Hak Allah atas hamba-Nya yaitu mereka menyembah-Nya & tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, sedangkan hak hamba atas Allah, ialah bahwa Dia tidak akan menyiksa orang-orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Hanya Allah yang patut disembah, karena takut (akan siksaan-Nya) & harap (akan pahala yang Dia janjikan), tempat berserah diri & bergantung, shalat & puasa, zakat & haji serta nazar, hanya karena dzat-Nya semata.
Jika sekiranya Allah tidak menciptakan surga & neraka, tidak ada pahala & dosa, maka Allah tetap menjadi dzat yang paling pantas untuk disembah. Dalam sebuah atsar disebutkan,
“Jika Aku tidak menciptakan surga & neraka, tidakkah Aku pantas untuk disembah?”, Dengan demikian, Maha Benar Allah Yang berfirman,
“Dia ialah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa pada-Nya & berhak memberi ampunan.”                                               (QS. Al-Mudastsir [74]: 56)
Seorang ahli sya’ir bersenandung,
Jika berita berbangkit tidak disampaikan oleh Rasul-Nya
dan panasnya api neraka belum menyala-nyala
Tidakkah merupakan kewajiban menunaikan hak
mematuhi Tuhan yang mengatur langit & bumi?
3.             Ridha Allah Berbuah Bahagia
Bila masih ada tujuan yang diinginkan oleh seorang hamba dibalik amal-amal-Nya selain mencari ridha Allah, maka dia akan semakin sengsara dengan amal & dirinya sendiri. Kehidupan yang dia jalani hanya akan menjadi mata rantai kesengsaraan, walau dia memiliki dunia & segala isinya. Karena sumber kebahagiaan & kesengsaraan, selalu bersarang dalam relung hatinya. Manusia diberi fitrah untuk beribadah pada Allah & meminta pertolongan hanya pada-Nya saja.
Bila manusia tidak mendapatkan ini, maka apa-pun yang akan dia raih, tidak adakan berarti apa-apa, sedangkan orang yang mencari keridhaan selain ridha Allah, maka keadaannya sama dengan seorang yang memakai jam tangan, lalu dia pukuli dengan palu. Ini namanya menzalimi jam tangan, karena ia dibuat bukan untuk itu, tapi untuk mengetahui perjalanan waktu.
Jiwa manusia, diciptakan untuk beribadah & berharap pada Allah, bila dia beribadah & berharap pada selain Allah, sesungguhnya dia telah menzalimi dirinya sendiri. Oleh karenanya, dalam Al-Qur’an disebutkan,
“Sesunggunya syirik itu ialah kezaliman yang sangat besar.” (QS.Luqman: 13)
Sementara berharap pada selain Allah, sebenarnya merusak jiwa,
“Sungguh, merugilah orang yang mengotori jiwanya.” (QS. Asy-Syams[91]: 10)
Sebagaimana berharap pada dzat-Nya saja dengan ibadah, lakukan perbaikan & mensucikan diri, merupakan keberuntungan.
“Sungguh, beruntunglah orang-orang yang mensucikan dirinya…”
  (QS. Asy-Syams[91]: 9)
Sesungguhnya fitrah akan selalu mendorong manusia untuk beribadah, ia akan mencari siapa yang berhak disembah. Allah telah mengutus para Rasul untuk membimbing manusia, memperkenalkan mereka pada dzat yang patut mereka sembah. Saat itu, manusia akan sampai pada tujuan yang sudah lama dia cari, yaitu dzat yang akan dia sembah, yang tidak mungkin dihindari, & ketenangan akan diperoleh bersama-Nya. Inilah kebutuhan manusia yang sebenarnya, & inilah hajat jiwa manusia yang sesungguhnya.
Allah SWT berfirman, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu…”                                                                 (QS. Ar-Rum[30]: 30)
Bila manusia berusaha menentukan arah hidupnya jauh dari aturan Allah, maka dia akan menemukan kesengsaraan, karena cita-cita & tujuan akhir yang hendak dia capai sudah bercabang. Bila cita-cita seorang hamba sudah bercabang, maka dia akan dibimbangkan oleh berbagai cita-cita duniawi yang sebenarnya tidak berharga, saat itu kebingungan akan menyelimutinya, kemana dia akan pergi & jalan mana yang akan dia tempuh serta bagaimana caranya menelusuri jalan itu?
Terkadang dia menempuh jalan ke Timur & pada kesempatan lain, menempuh jalan ke Barat. Boleh jadi dia akan menyembah berhala & pada kesempatan yang lain menyembah Matahari atau Bulan. Terkadang dia rela dengan ini & pada kesempatan yang lain dia akan marah. Perbuatan yang sebenarnya baik, akan dia anggap sebagai perbuatan yang tidak baik setelah beberapa waktu berlalu.
Saat itu, manusia akan mengalami kegelisahan, selalu dilanda kegalauan & tekanan batin serta berbagai penyakit jiwa lainnya, bahkan dapat menjerumuskannya pada tindakan bunuh diri. 
Sedangkan seorang muslim, hanya mempunyai satu tujuan. Oleh sebab itu, niatnya hanya satu, manhaj yang akan mengantarkannya pada tujuan hanya ada satu, yaitu selalu berusaha menelusuri keridhaan Allah & berjalan sesuai dengan petunjuk-Nya. Dengan demikian, niatnya akan menjadi satu & harapannya juga satu. Berhubungan dengan ini, Rasulallah S.A.W bersabda,
“Siapa yang ingin mencari kebahagiaan di akhirat, maka Allah akan menjadikan kekayaan dalam hatinya, Allah akan mengumpulkan kekuatannya & dunia akan mendatanginya, padahal dia tidak menginginkannya, & siapa yang ingin mendapatkan kemegahan dunia, maka Allah akan menjadikan kefakiran selalu berada di pelupuk matanya, urusannya akan menjadi berantakan & dunia yang menjadi tujuannya tidak akan dia dapatkan, kecuali hanya sesuai dengan suratan yang sudah ditakdirkan baginya.” (HR. Tirmidzi & ad-Darimi)
Saat tujuan yang hendak dicapai tidak hanya satu, maka ia akan mengantarkan manusia menuju kesengsaraan. Karena manusia hanya mempunyai satu hati, tidak mungkin manusia akan menyembah dua Tuhan, ingin mewujudkan dua tujuan & membagi dua amal-nya.
Allah SWT berfirman, “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang 2 buah hati dalam rongganya.”                                                             (QS. Al-Ahzab[33]: 4)
Manusia hanya mempunyai satu hati yang seharusnya menghadap pada satu Tuhan, tapi manakala dia beribadah pada dua sesembahan, maka ia akan menyebabkan kesengsaraan bagi hati & jiwa sekaligus. Ini berarti penyimpangan & jauh dari kebenaran. Sedangkan kebahagiaan, hanya tersimpan pada penghambaan diri yang jujur pada Allah, bukan pada yang lain.
Ini di dunia, & masih ada kesengsaraan & kebahagiaan di akhirat, keduanya sangat ditentukan oleh perjalanan hidup mansia di dunia ini. Maka orang yang hanya mencari keridhaan Allah semata di dunia, bukan ingin menyenangkan yang lain-lain, beramal untuk tujuan yang kekal, maka di akhirat nanti, dia pasti termasuk golongan orang-orang yang beruntung & mendapat kebahagiaan. & kebahagiaan itu, sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ghazali:
“Kekal tiada kefanaan, lezat tiada kelelahan, gembira tanpa ada kesedihan, kaya tanpa ada kefakiran, sempurna tanpa ada kekurangan sedikit pun & mulia tanpa ada kehinaan sedikit pun.” Inilah kebahagiaan hakiki yang kekal, sedangkan kebahagiaan yang lain-ain, akan lenyap & habis. Ibnu Hazm berkata:
“Bila Anda mengikuti segala sesuatu, maka ia akan merusak Anda sendiri, akhirnya ia akan lenyap & habis, hingga Anda sadar bahwa beramal hanya untuk akhirat saja. Karena semua angan-angan yang Anda capai, setelah itu Anda akan diikuti oleh penyesalan, mungkin karena ia pergi dari Anda & mungkin juga karena Anda yang pergi meninggalkannya. Keduanya harus Anda lalui & Anda hadapi, kecuali bila Anda beramal hanya untuk mencari ridha Allah, niscaya Anda akan menemukan kebahagiaan, cepat atau lambat. Adapun di dunia, jangan hiraukan apa-apa yang menjadi perhatian banyak orang, niscaya Anda akan dihargai oleh kawan & lawan, sedangkan di akhirat, Anda akan mendapatkan balasan surga yang abadi.”
Berhubungan dengan kesengsaraan & kebahagiaan di dunia & di akhirat ini, Allah berfirman,
“…Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat & tidak akan celaka. & barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, & Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya ialah seorang yang melihat? Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang padamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, & begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan. & demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas & tidak percaya pada ayat-ayat Tuhannya. & sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat & lebih kekal.”           (QS. Thaha[20]: 123-127)
4.             Tidak Ada Jalan Untuk Membebaskan Jiwa Manusia, Kecuali Dengan Menghadap Allah Semata
Pemahaman tentang ‘ubudiyyah (beribadah) pada Allah dalam Islam, merupakan kebebasan yang paling tinggi & martabat yang paling sempurna. Bila ibadah dilakukan dengan benar, berrati dia telah membebaskan diri dari kekuasaan & perbudakan makhluk & tunduk kepdanya. Seorang muslim memandang alam dengan pandangan kekuasaan, sedangkan Allah menciptakan segala sesuatu untuk manusia & ditundukkan untuknya.
Allah SWT berfirman, “Dan Allah tundukkan bagi kalian semua yang ada di langit & di bumi secara keseluruhan…”                    (QS. Al-Jatsiyah[45]: 13)
Jika demikian, maka seorang muslim tidaklah pantas tunduk pada makhluk & makhluk tidak layak dijadikan tujuan,karena kedudukannya sangat rendah, dank arena ia diciptakan untuk dimanfaatkan sebagai sarana kemaslahatan bagi orang-orang muslim.
Seorang muslim tidak pantas diperbudak oleh manusia lain, karena semuanya ialah hamba Allah. Jika ada manusia yang berbuat semena-mena, seorang muslim patut menyampaikan kalimat yang hak atau kebenaran serta mengingatkan akan tujuan kenapa mereka diciptakan, kemana mereka akan dikembalikan & mengingatkan kelemahan mereka, agar mereka sadar.
Dengan beribadah pada Allah, sebenarnya manusia telah terbebas & merdeka dari segala pengaruh hawa nafsunya, karena hawa nafsu ialah berhala terburuk yang disembah. Allah SWT berfirman,“Apakah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhannya?”   (QS. Al-Furqan[25]: 43)
Karena, terkadang manusia menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan yang disembah & menguasai jiwanya. Tindakannya hanya akan sesuai dengan keinginan hawa nafsu & usahanya akan sejalan dengan kehendak hawa nafsunya dalam mencari apa yang ia inginkan.
Islam menganggap tunduk pada hawa nafsu yang biasa mengajak manusia lakukan berbagai hal yang haram ialah dosa. Adapun melawan hawa nafsu untuk lakukan berbagai hal yang haram –walau disukai oleh jiwa- ia merupakan bagian kebebasannya masih terbatas, dengan meninggalkan sebagian yang ia senangi, tapi sesungguhnya dia telah bebas dari kekuasaan hawa nafsu pada sisi lain.
Orang yang mengatakan bahwa mereka mampu merealisasikan kebebasan jauh dari aturan Allah & manhaj-Nya, maka apa yang mereka kemukakan itu ialah keliru besar. Karena, manusia & seluruh makhluk akan tetap menjadi hamba, suka atau tidak suka. Tapi, manakala dia menolak untuk tunduk pada Allah karena pilihannya sendiri, berarti dia akan tunduk pada makhluk yang kedudukannya sama dengan dirinya sendiri, tidak mampu mendatangkan manfaat & tidak pula kuasa menolak bahaya. Bahkan, boleh jadi dia akan tunduk & patuh pada makhluk yang lebih rendah & lebih hina dari dirinya.
Dengan demikian, berarti dia sudah menukar ‘ubudiyyah pada Allah dengan ‘ubudiyyah pada makhluk, & dia tidak akan pernah keluar dari perbudakan menuju kebebasan yang hakiki. Bahkan, dia mungkin akan menghindari ber’ubudiyyah pada Allah, lalu ber’ubudiyyah pada Thaghut, berhala atau patung, manusia, matahari atau bulan…Dan Allah mencela orang-orang yang bersifat seperti ini.
Allah berfirman, “Diantara mereka ada yang Allah jadikan kera & babi serta penyembah Thaghut.”                                  (QS. Al-Maidah[5]: 60)
Cobaan yang diturunkan Allah pada mereka ialah sebagai balasan dari pendustaan mereka, bahwa mereka rela diperbudak oleh para Thaghut, padahal sebelumnya mereka ialah penyembah Allah.
Akhir-akhir ini banyak semboyan-semboyan kebebasan yang disuarakan, mereka mengatakan bahwa revolusi Perancis-lah yang mendeklarasikan dasar-dasar kebebasan ini, & PBB juga mendukungnya. Padahal, sebenarnya bukanlah demikian. Apa yang mereka lakukan, tidak lebih dari mengeluarkan manusia dari perbudakan perundang-undangan & ras menuju perundang-undangan baru & ras yang baru. Namun demikian, mereka tetap saja diperbudak, walau mereka menganggap diri mereka sudah bebas & merdeka.
Perundang-undangan & aturan itu tidak akan pernah mengeluarkan mereka dari perbudakan manusia & menjerumuskan pada perbudakan yang zalim, kecuali bila mereka sudah jadi hamba Allah & hanya taat serta patuh pada-Nya.
Bila mereka hanya berniat untuk mencari keridhaan-Nya semata, saat itu mereka akan merasakan kebebasan yang sebenarnya dari kekuasaan penguasa. Bahkan, akan terbebas dari perbudakan hawa nafsunya sendiri yang senantiasa mengalir dalam tubuhnya.
Kebanyakan manusia tidak ber’ubudiyyah pada Allah, tapi ber’ubudiyyah pada selain Allah. Orang-orang komunis ialah manusia yang paling pembangkang terhadap & paling jauh dari Allah. Mereka sangat sombong & tidak mengakui keberadaan Allah, seperti di Rusia & China.
Kebebasan yang mereka gambor-gemborkan tak lain dari kebohongan & fatamorgana belaka. Orang-orang Komunis hanya ingin membebaskan dari dari kekuasaan Allah SWT, lalu mendirikan Negara sebagai Tuhan yang mampu memproduksi kebebasan bagi rakyatnya & melarang mereka untuk mengemukakan pendapat. Sementara itu, pemerintah berkuasa penuh atas hak milik rakyat, jutaan orang ditangkap serta dibuang ke Siberia, dikurung dalam penjara yang disediakan untuk menampung banyak orang. Saat merayakan hari besar, belasan juta orang disuruh melintas sambil menundukkan kepala di hadapan patung pendiri komunis yang tidak manusiawi itu di Moskow. Mereka telah berhasil mengeluarkan manusia dari hanya sekedar gelap menuju kegelapan sejati, mereka mengeluarkan manusia dari suatu sesembahan pada sesembahan yang lain (selain Allah). Padahal, tidak ada yang mampu  membimbing manusia untuk menyembah Allah, selain Islam.
Sungguh benar apa yang dikemukakan oleh salah seorang panglima kaum muslimin saat berhadapan dengan angkatan perang Persia, dia berkata, “Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan manusia dari menyembah makhluk untuk menyembah Allah, mengeluarkan manusia dari kesemena-menaan berbagai agama menuju keadilan Islam & mengeluarkan manusia dari sempit dunia menuju luas & betapa indahnya dunia & akhirat.”
Siapa yang tidak mau menerima Islam sebagai agama & menjadikannya sebagai sumber hukum, maka sesungguhnya dia telah berada dalam kubangan kotoran yang paling busuk yaitu kotoran jahiliyah. Allah SWT berfirman,
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, & (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?”                                                                        (QS. Al-Maidah [5]: 50)
Siapa yang tidak mengakui Allah sebagai Tuhan yang disembah, maka sesungguhnya dia telah menghinakan dirinya sendiri dengan menyembah berbagai makhluk yang boleh jadi lebih rendah & lebih hina dari dirinya sendiri. Sementara itu, mereka telah menginjak-injak harga diri mereka sendiri. Islam menganggap orang yang cita-cita & tujuan tertingginya ialah uang, emas & perak serta pakaian & makanan, ialah sebagai budak dari berbagai materi yang menguasai dirinya. Rasulallah S.A.W bersabda,
“Celakalah orang yang diperbudak oleh Dinar & Dirham, celakalah orang yang diperbudak oleh pakaian mewah, celaka & hina & bila dia tertusuk duri, dia tidak mampu mengeluarkannya.” (HR. Bukhari, lihat Misykat al-Mashabih 2/649)
5.             Karunia Allah & Kebaikan Terhadap Hamba
Diantara sebab yang  mengharuskan manusia beribadah pada Allah ialah, bahwa Allah SWT selalu berbuat baik & memberi mereka berbagai karunia. Di balik itu, Allah tidak pernah mengharapkan balasan dari mereka. Allah telah memudahkan berbagai kebaikan & menyingkap mana yang berbahaya & memberi mudarat. Semua itu bukan bertujuan agar Allah mendapatkan keuntungan & penghargaan dari manusia, & tidak pula untuk menolak kemudaratan atas dzat-Nya, tapi ialah sebagai rahmat & kebaikan-Nya.
Manusia lakukan kebaikan pada orang lain ialah karena mengharapkan sesuatu, jika tidak karena mengharapkan ridha Allah. Karena, bila orang sudah saling mencintai, maka dia akan meminta agar apa yang dia inginkan dapat dipetik dari orang yang mencintainya. Apakah mereka mencintainya karena kecantikan atau karena ketampanan lahir atau batinnya. Bila mereka mencintai para Nabi & orang-orang saleh, mereka pasti ingin bertemu, mereka ingin melihat & mendengar ucapannya. Demikian juga halnya orang yang mencintai seseorang karena keberanian, karena kepemimpinan, karena kecantikan & ketampanan atau karena kedermawanannya, pasti ada sesuatu yang diharapkan dibalik perasaan cintanya tersebut. Jika tidaklah karena harapan itu, maka mereka tidak akan mencintainya.
Jika mereka mendapatkan keuntungan, seperti dibantu & diberi sejumlah uang, atau diselamatkan dari bahaya seperti sakit, paling tidak dengan doa atau dengan memberikan pujian, mereka pasti mengharapkan balas jasa, jika perbuatan itu tidak dilakukan karena Allah semata.
Angkatan perang, para pelayan di istana, para buruh di berbagai perusahaan & para pembantu Presiden, semuanya mau bekerja karena ingin mendapatkan sesuatu. Tidak ada yang berharap lebih, kecuali jika sudah diberitahu, dididik oleh pihak lain, pendidikan itu ialah pendidikan agama, atau karena adanya kecenderungan naluri untuk berlaku adil & berbuat baik untuk balas jasa & saling mengasihi. Jika tidak demikian, maka tujuannya ialah tujuan yang pertama, yaitu mendapatkan keuntungan pribadi. Inilah hikmah yang dapat dijadikan barometer kemaslatan bagi makhluk-Nya.
Manusia selalu mengharapkan berbagai kebaikan untuk diri mereka, sedangkan Tuhan menginginkan agar diri Anda menjadi milik Anda sendiri.
Ikhlas Dalam Beribadah
Siddiq       Hasan Khan berkata: Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama, bahwa ikhlas ialah salah satu syarat sah & diterimanya suatu amal, diantara mereka yang mendukungnya ialah ‘Iz bin ‘Abdussalam, dia berkata: “Ikhlas dalam beribadah ialah termasuk syarat.” Sementara Imam Qurthubi mengatakan bahwa ikhlas termasuk hal yang wajib dalam beribadah. & Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa ikhlas dalam beribadah hukumnya ialah fardhu.
Oleh karena itu, sangat aneh bila sebagian pengikut madzhab Hanafi mengatakan bahwa ibadah akan sah tanpa ikhlas. Al-Humawi berkata: “Bila seseorang lakukan shalat karena riya’ & sum’ah, maka shalatnya sah menurut hukum fikih, karena dia sudah menyempurnakan syarat & rukunnya. Namun demikian, dia tidak berhak mendapatkan pahala, karena tidak adanya keikhlasan.”
Pada kesempatan lain dia juga berkata: “Niat yang ikhlas, sangat menentukan dalam hal mendapatkan pahala, bukan sah-nya suatu ibadah, karena pahala didasarkan pada adanya keinginan yang kuat, yaitu ikhlas, sedangkan sahnya ibadah, tidak tergantung pada ikhlas, tapi tergantung pada asal niat. Jika ada orang yang shalat karena riya’, maka shalatnya tetap sah, namun tidak mendapatkan pahala.”
Ibnu ‘Abidin berkata: “Ikhlas ialah salah satu syarat untuk mendapatkan pahala, bukan syarat sah-nya ibadah. Jika ada yang berkata: Lakukanlah shalat Zhuhur, aku akan memberimu uang sebanyak satu Dinar, lalu dia shalat untuk mendapatkan uang satu Dinar, maka yang berjanji memberinya uang sebaiknya tidak memberinya sebagaimana yang dijanjikan. Karena, dalam ibadah fardhu tidak ada istilah riya’ untuk menggugurkan kewajiban.”
Demikianlah pendapat mereka, jika mereka bermaksud untuk menjelaskan bahwa keikhlasan tidak diperlukan dalam beribadah, tapi masalahnya ialah antara seorang hamba dengan Allah SWT, sebagaimana yang dikemukakan dalam kitab adz-Dzakhirah al-Murdhiyah. Maka apa yang mereka kemukakan itu ialah benar. Tapi, jika mereka mensahkan ibadah & menganggap niat sebagai syarat untuk mendapatkan pahala, bukan untuk kesahan ibadah, maka apa yang mereka katakana ini ialah keliru.
Pendapat dua orang hali Fikih ini dikemukakan karena pengaruh pembagian ilmu-ilmu dalam Islam menjadi bagian-bagian tersendiri, bahkan sampai pada masalah-masalah yang sebenarnya satu, akhirnya dipisah ikhlas ialah salah satu pembahasan ilmu tauhid yang merupakan pondasi bagi setiap amal & perbuatan hati, perkataan atau perbuatan badan, & masalah keikhlasan ini sepatutnya mendapat perhatian serius. Adapun seperti yang dikatakan oleh orang-orang akhir-akhir ini bahwa ikhlas merupakan “masalah tambahan & pelengkap niat, bisa jadi niat aka nada tanpa ikhlas. Sementara pembahasan para ahli Fikih, hanya terbatas pada niat & hukum-hukum yang mereka bahas berhubungan dengan niat saja,” pendapat ini tidaklah sepenuhnya benar.
Imam Suyuthi mengatakan: Tidak sah-nya ibadah orang yang menyembelih dengan niat berkurban karena Allah dank arena selain Allah pada waktu yang sama, yang demikian itu ialah karena tidak adanya keikhlasan.
Kita telah mengemukakan pendapat sebagian ulama yang menganggap ikhlas sebagai syarat, mereka yang mengatakan bahwa suatu ibadah yang dilakukan karena tidak ikhlas ialah batal. Al-Haththab berkata: “Orang yang ikhlas beribadah ialah orang yang amalnya bersih dari segala bentuk cacat kemusryikan & riya’, itu akan terjadi jika tujuannya beramal hanyalah untuk mendekatkan diri pada Allah SWT & mengharapkan pahala yang dijanjikan-Nya. Tapi, manakala dia berbuat & bertindak bukan karena Allah, tapi karena ada tujuan duniawi, maka apa yang dia lakukan tidak akan bernilai ibadah, tapi akan berbalik menjadi musibah yang akan menjerumuskan pelakunya.”
Ibnu Taimiyah menjelaskan, mereka yang membayarkan zakat pada penguasa karena takut diancam, takut leher mereka akan dipancung atau harga diri mereka akan dilecehkan, atau harta mereka akan disita, begitu juga mereka yang menunaikan shalat karena takut, beliau mensifati mereka dengan sifat munafik & riya’, lalu beliau berkata: “Menurut pendapat kami & mayoritas ulama, bahwa ibadah yang mereka lakukan ialah ibadah yang rusak & tak bernilai, jika niat mereka seperti ini, maka ibadah itu tidak menggugurkan yang fardhu.”
Rasulallah S.A.W bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal seseorang, kecuali yang dilakukan dengan ikhlas dank arena ingin mencari ridha Allah semata.” (HR. Nisai, lihat Shahih al-Jami 2 hadits No. 1852)
Sekali lagi, apa yang kami tulis disini hanyalah sebagian kecil dari ebook yang kami ketik sendiri berjudul:
Kami tidak dapat cantumkan semua karena posting di situs ini hanya dibatasi sekitar 15.000 huruf saja. Dari itu kami anjurkan kepada saudara-saudariku semua diseluruh pelosok negeri untuk memiliki file aslinya DI SINI secara GRATIS, FREE, CUMA-CUMA.
Cukup 1x klik maka file akan langsung di download, tanpa menunggu, tanpa memasukkan kode verifikasi, kecepatan maksimum (tergantung kecepatan internet/modem anda), dan lain sebagainya yang kami buat demi kenyamanan ummat.
Mohon bantu usaha dakwah kami dengan klik share dibawah ini, mungkin sekali facebook (network milik yahudi) memblokirnya, namun hal ini dapat diatasi dengan menekan tombol x atau menghilangkan prewiewnya. Cara lain pun bisa dilakukan dengan menghapus tulisan http:// -nya sebelum dipaste kan ke status.
Semoga ini semua menjadi amal ilmu dengan pahala tak putus bagi kita semua dan bagi saudara saudari yang mengikutinya setelah kita tiada... aamiin

No comments:

Post a Comment